Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Hukuman Mati

Koalisi Perempuan Indonesia Desak Prabowo Hapus Hukuman Mati



Berita Baru, Jakarta – Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) menyerukan aksi nyata dari presiden terpilih 2024-2029, Prabowo Subianto, untuk menghapus hukuman mati di Indonesia.

Sekretaris Jenderal KPI, Mike Verawati, mengapresiasi tindakan Prabowo yang menyelamatkan pekerja migran Indonesia, Wilfrida Soik, dari hukuman mati di Malaysia pada tahun 2015. Namun, ia menekankan bahwa komitmen Prabowo terhadap penghapusan hukuman mati harus lebih dari sekadar kampanye populis.

“Saya enggak mau urusan-urusan, sorry Pak Prabowo nanti akan menjadi presiden selanjutnya, dia banyak campaign soal menolak hukuman mati. Itu enggak boleh digunakan hanya untuk populis, supaya kelihatan, ‘Oh sesuai’,” ujar Mike Verawati dalam Diskusi Publik di Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (30/6/2024).

Mike juga menegaskan pentingnya komitmen konkret dari Prabowo untuk membawa Indonesia menuju negara yang abolisionis. “Kita juga harus tuntut bagaimana dia (Prabowo) bisa mengartikulasi atau menurunkan itu dalam hal komitmen. Menuju ke negara yang abolisionis,” tegasnya.

Seruan serupa disampaikan oleh Wakil Direktur Imparsial, Ardi Manto Adiputra. Ardi menggarisbawahi bahwa pemerintahan setelah Joko Widodo harus melakukan moratorium hukuman mati. Menurutnya, hukuman mati paling banyak terjadi selama kepemimpinan Jokowi, dengan 517 kasus sejak 2014. Pada tahun 2024 saja, dari Januari hingga Juni, terdapat 33 vonis mati yang dijatuhkan.

“Tahun 2024 ini saja, dari Januari-Juni sudah terdapat 33 vonis mati yang dijatuhkan. Kalau kita kalkulasi secara rata-rata, vonis mati di masa pemerintahan Joko Widodo itu dilakukan rata-rata 57 vonis setiap tahun,” jelas Ardi.

Angka ini meningkat 338 persen dibandingkan dengan era empat presiden sebelumnya. Ardi menantang Prabowo untuk membuktikan komitmennya terhadap hak asasi manusia dengan moratorium hukuman mati.

“Kalau memang (Prabowo) punya perspektif atau paradigma yang lurus terhadap hak asasi manusia (HAM), khususnya hukuman mati, pemerintahan ke depan itu wajib moratorium tentang hukuman mati. Jangan enggak jelas gini statusnya kalau memang komitmen,” ujar Ardi.

Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha, mengungkapkan bahwa per Mei 2024, terdapat 165 WNI yang terancam hukuman mati di luar negeri, mayoritas berada di Malaysia.

Pengacara Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM), Maruf Bajammal, menilai sikap pemerintah Indonesia yang masih mendukung hukuman mati di dalam negeri bertentangan dengan upaya lobi internasional untuk menyelamatkan WNI yang terancam hukuman mati di luar negeri. “Karena kita pada faktanya masih retensionis (mendukung hukuman mati), sikap dari Kementerian Luar Negeri bagi saya anomali jadinya,” kata Maruf.

“Jadi, aneh, di dalam negeri pemerintah masih mempertahankan hukuman mati, tapi di luar negeri masih berupaya sedemikian rupa untuk terlihat bahwa kita harus melindungi WNI,” tutupnya.