Koalisi Masyarakat Sipil Laporkan Dugaan Korupsi Pengadaan Gas Air Mata di Kepolisian ke KPK
Berita Baru, Jakarta – Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian resmi melaporkan dugaan tindak pidana korupsi terkait proyek pengadaan gas air mata di Kepolisian Republik Indonesia (Polri) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dua proyek pengadaan gas air mata yang menjadi fokus laporan ini adalah Pengadaan Pepper Projectile Launcher Polda Metro Jaya T.A. 2022 senilai Rp 49.860.450.000 dan proyek serupa pada T.A. 2023 dengan nilai Rp 49.920.000.000.
Koalisi mengungkapkan beberapa temuan yang mengarah pada dugaan tindak pidana korupsi yang serius. Pertama, ada dugaan bahwa spesifikasi teknis yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) diarahkan untuk hanya menguntungkan satu perusahaan tertentu, yaitu PT TMDC, yang menjadi satu-satunya pemasok produk Pepper Projectile Launcher merek Byrna di Indonesia.
“Kami menemukan bahwa tidak ada perusahaan lain yang mendistribusikan senjata model tersebut di Indonesia selain PT TMDC,” ungkap Koalisi dalam laporannya.
Temuan kedua mengarah pada dugaan bahwa pemilik PT TMDC, seorang pria berinisial SL, memiliki hubungan dengan anggota Kepolisian. “Dari hasil penelusuran kami melalui Google Street View, ditemukan bahwa ada mobil berplat polisi terparkir di depan rumah SL pada tahun 2018,” jelas Koalisi. Informasi ini diperkuat oleh keterangan warga sekitar yang mengonfirmasi bahwa mobil SL menggunakan plat Kepolisian dan sering dikunjungi oleh aparat saat hari besar keagamaan.
Ketiga, Koalisi menyoroti adanya indikasi penggelembungan harga dalam pembelian barang untuk proyek ini. Berdasarkan hasil perhitungan Koalisi, total biaya yang wajar untuk pengadaan gas air mata tersebut seharusnya hanya Rp 73.268.187.659, namun dalam kontrak yang dimenangkan oleh PT TMDC, angkanya membengkak hingga Rp 99.780.450.000. “Ada selisih sebesar Rp 26.452.712.341 yang patut diduga dengan sengaja digelembungkan,” tegas Koalisi.
Laporan ini semakin mendesak untuk ditindaklanjuti mengingat adanya tindakan represif yang dilakukan oleh Kepolisian dalam beberapa aksi protes masyarakat baru-baru ini, di mana penggunaan gas air mata sering kali berlebihan dan menimbulkan korban, termasuk dalam tragedi Kanjuruhan pada Oktober 2022. “Penggunaan gas air mata oleh Kepolisian juga dianggap sebagai upaya mempersempit ruang sipil dan ancaman terhadap kebebasan pers dan berekspresi dalam kerangka negara demokrasi,” tambah Koalisi.
Koalisi mendesak KPK untuk segera melakukan penyelidikan mendalam terhadap laporan ini, berkoordinasi dengan lembaga terkait, dan memberikan perkembangan informasi kepada publik. Selain itu, mereka juga meminta agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan audit investigatif terkait proyek tersebut, serta meminta DPR untuk melakukan pengawasan ketat terhadap belanja Kepolisian, khususnya dalam pengadaan senjata gas air mata.