Koalisi Masyarakat Sipil Desak Pembatasan Kewenangan Polisi Pasca Tragedi Penyiksaan Berujung Kematian Anak di Sumbar
Berita Baru, Padang – Kasus penyiksaan yang dilakukan oleh 17 anggota Ditsamapta Polisi Daerah Sumatera Barat (Polda Sumbar) terhadap sejumlah anak, salah satunya berujung kematian, mengejutkan publik. Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mengungkapkan bahwa tindakan brutal terhadap anak berstatus pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP) ini terbukti melibatkan kekerasan fisik yang mengakibatkan korban bernama AM meregang nyawa.
Menurut hasil investigasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, AM ditemukan tewas setelah mendapat sejumlah penyiksaan serius dari anggota Sabhara Polisi yang berpatroli menggunakan motor dinas KLX pada Minggu (9/6/24) sekitar pukul 03.30 WIB. Korban ditemukan mengambang di bawah jembatan aliran Batang Kuranji, Kota Padang, dengan luka-luka parah di berbagai bagian tubuhnya.
“Kasus ini menunjukkan praktik penyiksaan yang sangat mengkhawatirkan, terutama terhadap anak-anak yang seharusnya dilindungi,” ungkap Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian dalam pernyataannya pada Kamis (4/7/2024).
Koalisi juga menyoroti respons Kapolda Sumatera Barat, Irjen Suharyono, yang dinilai tidak memadai. Pernyataan kontroversial Kapolda yang menyebut korban berencana menceburkan diri ke sungai tanpa dasar penyelidikan menyulut kemarahan masyarakat. “Pernyataan ini tidak hanya prematur tetapi juga menunjukkan sikap yang bertendensi melindungi pelaku, bukan melindungi korban,” tegas Koalisi.
Daftar Tuntutan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian :
- Kapolri memerintahkan jajarannya untuk melakukan penegakan hukum dengan mengusut tuntas dugaan penyiksaan dan pembunuhan anak yang dilakukan oleh anggota Polda Sumatera Barat, serta memastikan akuntabilitas dan penghukuman tegas bagi pelaku;
- Kapolri segera mencopot Kapolda Sumatera Barat, Irjen Pol. Suharyono dari jabatannya;
- Presiden membentuk tim independen dengan keterwakilan masyarakat sipil untuk melakukan kajian evaluatif tentang penghapusan praktik-praktik penyiksaan dalam tubuh Polri;
- Presiden dan DPR segera menindaklanjuti persoalan-persoalan yang menyangkut Polri belakangan ini dengan agenda konkret reformasi kepolisian berkelanjutan secara struktural, instrumental, dan kultural demi memastikan polisi dan pemolisian yang profesional, transparan, dan akuntabel;
- DPR RI dan Pemerintah harus segera menghentikan pembahasan RUU Polri yang dipastikan sangat mengancam hak asasi manusia, demokrasi, dan menjadikan Polri sebagai institusi “superbody”;
- Pemerintah meratifikasi OPCAT agar mekanisme nasional pencegahan penyiksaan (NPM – National Preventive Mechanism) dapat segera hadir untuk mencegah praktik-praktik penyiksaan;
- Presiden dan DPR segera merevisi KUHAP yang mengatur ketentuan tentang judicial scrutiny (lembaga pengawas peradilan) serta memuat pasal-pasal baru terkait anti-penyiksaan, sebagaimana yang telah diatur dalam KUHP baru.