Koalisi Masyarakat Serukan Penghentian Proyek Food Estate yang Dinilai Merusak Lingkungan Hidup
Berita Baru, Jakarta – Koalisi Masyarakat yang terdiri dari Solidaritas Perempuan, Aksi! for Gender, Social and Ecological Justice, WALHI, KruHa, dan SBMI menggelar aksi simbolik memperingati Hari Pangan Sedunia di depan Kementerian Keuangan, Rabu (2/10/2024). Dalam aksi tersebut, koalisi menggambarkan “darah dari Food Estate” sebagai simbol penderitaan yang dialami masyarakat akibat pemaksaan proyek Food Estate yang dinilai gagal dan merugikan rakyat, terutama perempuan.
“Proyek Food Estate tidak hanya merusak lingkungan, tapi juga menghancurkan kehidupan petani dan perempuan pedesaan,” ujar Koalisi dalam siaran pers yang diterbitkan oleh WALHI pada Kamis (24/10/2024). Mereka menyebut proyek tersebut sebagai “warisan buruk pemerintahan Jokowi” yang tetap dilanjutkan oleh pemerintahan Prabowo-Gibran, meskipun dampak negatifnya sudah nyata dirasakan.
Sejak diluncurkan, proyek ini telah memicu penggusuran paksa, perampasan lahan, dan kriminalisasi petani di berbagai wilayah seperti Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Data dari WALHI mencatat bahwa 15.000 hektar lahan produktif di Sumatera dan 10.000 hektar di Papua telah dialihfungsikan secara paksa sejak 2022, mengakibatkan lebih dari 3.000 keluarga petani kehilangan mata pencaharian.
Koalisi juga menyoroti bahwa perempuan, yang memegang peran penting dalam ketahanan pangan, menjadi kelompok yang paling terdampak. “Perempuan yang seharusnya menjadi penjaga sistem pangan lokal kini harus berjuang mempertahankan tanah dan akses terhadap sumber daya produktif,” ungkap koalisi.
Menurut data FAO, jika perempuan di sektor pertanian mendapatkan akses yang setara terhadap tanah dan sumber daya, produksi pangan bisa meningkat hingga 30%. Namun, akses tersebut justru semakin dibatasi oleh proyek Food Estate. Situasi ini, menurut Solidaritas Perempuan, memperburuk ketergantungan Indonesia terhadap impor pangan, yang kini mencapai lebih dari 30% kebutuhan nasional, menurut data BPS 2024.
Koalisi menyerukan agar pemerintah segera menghentikan proyek Food Estate dan mengalihkan anggaran untuk memperkuat kedaulatan pangan lokal. Mereka juga menuntut hak-hak perempuan produsen pangan dihormati dan dilibatkan dalam setiap pengambilan keputusan terkait penggunaan lahan.
“Proyek ini tidak memberikan solusi bagi krisis pangan, malah memperburuk krisis bagi perempuan dan petani kecil,” tegas WALHI dalam pernyataan resmi mereka dalam siaran pers tersebut. Selain itu, inflasi harga pangan yang tinggi dan penurunan pendapatan perempuan pedesaan sejak pandemi semakin memperburuk kondisi masyarakat, memicu apa yang disebut koalisi sebagai “feminisasi migrasi kerja yang eksploitatif.”
Koalisi ini menuntut lima hal utama, termasuk penghentian proyek Food Estate, pengalihan anggaran untuk mendukung kedaulatan pangan lokal, dan pencabutan kebijakan pro-Food Estate yang disebut sebagai solusi palsu terhadap krisis pangan. Mereka mendesak pemerintah untuk menempatkan keadilan gender dan keberlanjutan ekologi sebagai prioritas dalam kebijakan pangan di masa mendatang.