Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

KEE
Direktur Bina Pengelolaan dan Pemulihan Ekosistem, Ammy Nurwati saat mengikuti Podcast Seri Ke-8, bertajuk Mendorong Kawasan Ekosistem Esensial yang Responsif Gender, Kamis (3/3).

KLHK Berkomitmen Optimalkan Peran Perempuan dalam Pengelolaan KEE



Berita Baru, Jakarta – Dalam upaya menciptakan harmonisasi masyarakat dan ekosistem, Direktur Bina Pengelolaan dan Pemulihan Ekosistem, Ammy Nurwati mengatakan bahwa Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) berdekatan dengan kelompok masyarakat dan berada dalam ruang tempat tinggal masyarakat karena itu “menuntut peran dari masyarakat.”

“Kalau mungkin rekan-rekan di sini pernah dengan konflik satwa, konflik harimau, ada konflik gajah yang masuk ke pemukiman atau perkebunan dan sebagainya, di Lampung misalnya, itu bisa dianalisis penyebabnya adalah area hidup satwa tersebut yang semua ada di luar kawasan konservasi itu belum dikelola secara cukup memadai,” kata Ammy, dalam Podcast Spesial Seri ke-8, bertajuk Mendorong Kawasan Ekosistem Esensial yang Responsif Gender.

Hal tersebut menjadi tujuan utama dari Direktorat Bina Pengelolaan dan Pemulihan Ekosistem, Direktorat Jenderal Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk mengatur dan menjaga agar terdapat harmonisasi antara masyarakat dan ekosistem.

Lebih lanjut, Ammy mengatakan pada kurun waktu 2015-2017, Ditjen KSDAE telah merencanakan 37 KEE di tujuh region dengan total luas 723.788,14 ha. Kemudian pada tahun 2018 juga telah dilakukan pemetaan indikasi KEE seluruh Indonesia seluas 104.942 ha.

“Jadi, kalau sampai tahun 2021, sudah ada 71 unit KEE yang luasnya sekitar 1,7 juta ha. Artinya dalam target yang menjadi indikator kinerja dari Dirjen KSDAE itu sudah tercapai. Dari 700 ribu sekian dan pada 2021 kita sudah mencapai luasan 1,7 juta ha,” terangnya.

KLHK dan Dirjen KSDAE membagi KEE dalam empat kategori, yaitu: Ekosistem lahan basah, Koridor hidupan liar/satwa, Taman keanekaragaman hayati (Kehati), dan Areal Bernilai Konservasi Tinggi (ABKT).

“Masyarakat bisa mendapatkan apa dari situ? Di taman Kehati, masyarakat dapat melakukan budidaya lebah, artinya masyarakat dapat menghasilkan madu di sana. Kemudian di lahan basah, di situ dapat dilakukan kegiatan ekowisata, masyarakat dapat mengelola di sana sebagai guide, sebagai interpreter di situ,” ujar perempuan alumnus Fakultas Kehutanan tersebut.

Peran penting perempuan dalam konservasi

Perempuan yang dulu bergiat di Mapala itu juga menegaskan bahwa tidak ada aturan yang mendiskreditkan perempuan dan konservasi tidak boleh didominasi oleh laki-laki.

“Justru kita mendorong perempuan juga untuk turut andil ya,” katanya.

Justru ini juga memberikan, harapan kita ada pergeseran stigma, mindset, bahwa kegiatan konservasi baik di dalam kawasan maupun luar kawasan bukan didominasi oleh laki-laki. Perempuan dapat berperan dalam mensukseskan pemulihan ekonomi nasional,” tegasnya.

Pemulihan ekonomi nasional, menurut Ammy, dilakukan dengan mengikutkan masyarakat untuk berperan aktif dan masyarakat “Tidak hanya manfaat, tapi keuntungan.”

” Artinya di situ perempuan bisa berjalan secara simultan menjalankan fungsinya  sebagai seorang ibu, istri, demikian juga dia dapat peduli pada lingkungan,” jelasnya.

“Kepada siapapun, saya ingin mengajak saja. Marilah kita bersama-sama berupaya, siapapun kita, marilah kita berupaya untuk menjadi manusia yang bermanfaat. Manusia bermanfaat bagi sesama, maupun untuk alam,” pesannya.

Untuk diketahui, Podcast ke-8 tersebut merupakan lanjutan seri sebelumnya dalam program “Publikasi dan Diseminasi Praktik Baik: Perempuan dan Pengelolaan Sumber Daya Alam Berkelanjutan” yang merupakan hasil kerja sama antara Pokja PUG Kementerian LHK, The Asia Foundation, dan Beritabaru.co.

Program ini bertujuan untuk memperluas dampak positif dari praktik baik keterlibatan perempuan dalam pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan, membangun kesadaran publik yang lebih luas.