Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Kirim Surat Terbuka ke DPR, Denny Indrayana Minta Presiden Jokowi Dimakzulkan
Denny Indrayana (foto: Istimewa)

Kirim Surat Terbuka ke DPR, Denny Indrayana Minta Presiden Jokowi Dimakzulkan



Berita Baru, Jakarta Denny Indrayana, mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), mengirimkan surat terbuka kepada Pimpinan DPR RI untuk memulai proses impeachment (pemakzulan) terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Dalam surat tersebut, Denny menyampaikan tiga dugaan pelanggaran konstitusi yang diduga dilakukan oleh Jokowi.

Denny mengutip kesaksian seorang tokoh bangsa yang pernah menjadi Wakil Presiden, yang menyatakan bahwa Jokowi sejak awal merancang agar hanya ada dua calon presiden dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, tanpa melibatkan Anies Baswedan. Denny menyatakan bahwa kesaksian tersebut harus divalidasi untuk memastikan kebenarannya.

Denny juga mengungkapkan bahwa tokoh bangsa tersebut mendapatkan informasi bahwa Anies Baswedan akan dihadapkan dengan kasus korupsi agar gagal maju di Pilpres 2024.

Oleh karena itu, Denny, sebagai ahli hukum tata negara, menyarankan DPR untuk melakukan investigasi melalui hak angket, yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945.

Menurutnya, hak angket DPR harus digunakan untuk menyelidiki dugaan pengaruh kekuasaan Presiden Jokowi yang menggunakan KPK, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian dalam upaya menjegal Anies Baswedan sebagai calon peserta dalam Pilpres mendatang.

Dugaan pelanggaran kedua yang disampaikan oleh Denny adalah pembiaran Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Moeldoko, dalam mengganggu kedaulatan Partai Demokrat.

Denny menduga bahwa upaya “boikot” terhadap Partai Demokrat akan menghambat Anies untuk maju dalam pesta demokrasi lima tahunan tersebut.

Denny menulis dalam suratnya mengatakan tidak mungkin Presiden Jokowi tidak mengetahui bahwa Moeldoko sedang melakukan upaya gangguan terhadap Partai Demokrat, termasuk melalui Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung.

“Jika kita asumsikan bahwa Presiden Jokowi tidak menyetujui, maka dengan dugaan tindakan yang merugikan partai yang dilakukan oleh KSP Moeldoko, Presiden terbukti membiarkan pelanggaran terhadap Undang-Undang Partai Politik yang menjamin kedaulatan setiap partai,” katanya.

Dugaan pelanggaran ketiga yang disampaikan oleh Denny adalah penggunaan kekuasaan dan sistem hukum oleh Presiden Jokowi untuk menekan pimpinan partai politik dalam menentukan arah koalisi dan pasangan calon presiden dan wakil presiden dalam Pilpres 2024.

Denny menilai indikasi pelanggaran tersebut terlihat dari perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK).