Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Kian Memanas, AS Gelar Latihan Besar-besaran di Perairan Laut China Selatan

Kian Memanas, AS Gelar Latihan Besar-besaran di Perairan Laut China Selatan



Berita Baru, Internasional – Kelompok serangan kapal induk USS Ronald Reagan dan USS Nimitz memulai latihan Angkatan Laut di perairan Laut China Selatan untuk kedua kalinya dalam dua minggu.

Kelompok yang diawaki oleh lebih dari 12.000 personel AS, dan dilengkapi dengan lebih dari 120 pesawat antara dua kapal induk, ditambah enam kapal penjelajah rudal berpemandu dan pengawal kapal perusak berpeluru kendali melakukan latihan untuk menjaga kesiapan dan kemahiran berperang, kata Armada Pasifik AS.

“Pasukan pemogokan Two-carrier berlatih ke tingkat kesiapan tertinggi untuk memastikan daya tanggap terhadap segala kemungkinan melalui proyeksi daya,” kata Armada dalam sebuah pernyataan, Jumat (17/6).

Seperti dilansir dari Sputnik News, latihan dengan pasukan bersama-sama semacam ini merupakan pertama kalinya sejak 2014 dan ketiga kalinya sejak 2001.

Namun demikian, pekan lalu Beijing mengecam kegiatan tersebut dengan menyebut bahwa tindakan itu merupakan upaya Washington untuk memiliterisasi Laut Cina Selatan dan menuduh AS berusaha menyulut peperangan antar negara, merusak perdamaian dan stabilitas di wilayah tersebut.

Pada pertengahan Juni, ketika AS menempatkan kapal induknya,  surat kabar Global Times China memperingatkan bahwa Tentara Pembebasan Rakyat akan mengerahkan pengamanan.

Pada hari Senin, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengumumkan bahwa AS secara resmi menolak sebagian besar klaim teritorial China di Laut China Selatan. Ia menyebut Beijing telah mengancam negara-negara tetangga dan mengatakan bahwa dunia tidak akan membiarkan Beijing memperlakukan Laut China Selatan sebagai wilayah maritimnya.

Sementara itu, Kedutaan Besar Tiongkok di AS sama sekali menolak perkataan Pompeo dan menuduh AS berusaha  menyulut perselisihan antara China dan negara-negara pesisir lainnya.

Sengketa teritorial di Laut China Selatan berawal dari periode pasca-Perang Dunia II, dengan China mengklaim sebagian besar zona laut strategis, sementara Vietnam, Malaysia, Brunei, Filipina, dan Taiwan membuat klaim sendiri.

Pada tahun 2002, China dan kelompok negara-negara ASEAN sepakat tentang perlunya kode etik di Laut China Selatan, mereka melakukan pembicaraan mengenai masalah ini yang tak kunjung selelsai selama hampir dua dekade hingga sekarang.

Pada 2010, Menteri Luar Negeri AS, Hillary Clinton, menunjuk Laut China Selatan sebagai masalah kepentingan nasional AS. AS tidak memiliki klaim teritorial atas laut, tetapi telah berulah kali menggunakan Angkatan Lautnya untuk menentang klaim Beijing dengan melakukan misi ‘kebebasan navigasi’ di wilayah tersebut.