Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Ketegangan Meningkat, Keputusan Status Permukiman Israel Ditunda
(Foto: The Guardian)

Ketegangan Meningkat, Keputusan Status Permukiman Israel Ditunda



Berita Baru, Internasional – Mahkamah Agung Israel telah menunda keputusan tentang status permukiman Yahudi, yang secara paksa mengusir warga Palestina dari rumah dan tanah mereka. Langkah tersebut diambil setelah ratusan warga Palestina terluka akibat konfrontasi dengan polisi Israel.

Seorang mantan pejabat pertahanan Israel menggambarkan situasi seperti tong mesiu yang siap meledak kapan saja, setelah bentrokan terjadi berkali-kali dan menemui puncaknya pada Sabtu malam (8/5).

Lebih dari 120 orang terluka, termasuk seorang anak berusia satu tahun, dan 14 orang dibawa ke rumah sakit, menurut Bulan Sabit Merah Palestina. Polisi Israel mengatakan 17 petugas terluka.

Kekerasan pada Sabtu malam terjadi sehari setelah lebih dari 200 warga Palestina bentrokan di sekitar masjid al-Aqsa Yerusalem, situs tersuci ketiga dalam Islam.

Kritik global dilayangkan untuk Israel atas tindakan keras polisi dan penggusuran yang direncanakan. Pekan lalu, badan hak asasi PBB menggambarkan pengusiran orang Arab dari rumah mereka sebagai kemungkinan kejahatan perang.

Terlepas dari itu, pada Minggu (9/5), Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengatakan bahwa negaranya akan terus melakukan pembangunan di kota yang secara internasional berada di wilayah Palestina. “Kami dengan tegas menolak tekanan untuk tidak membangun di Yerusalem,” kata Netanyahu dalam pidato yang disiarkan televisi.

Dalam beberapa hari terakhir, ketegangan di Yerusalem meningkat, sebelum keputusan pengadilan Israel menetapkan apakah pihak berwenang dapat mengusir puluhan warga Palestina dari lingkungan Sheikh Jarrah dan memberikan rumah mereka kepada pemukim Yahudi atau tidak.

Di Yerusalem Timur, yang mencakup Kota Tua, warga Palestina merasakan ancaman yang meningkat dari para pemukim Yahudi. mereka terus berusaha memperluas wilayah melalui pembelian rumah, pembangunan gedung baru, dan penggusuran yang diperintahkan pengadilan, seperti kasus di Sheikh Jarrah.

Nabeel al-Kurd (77), yang keluarganya kehilangan rumah, mengatakan penggusuran adalah upaya rasis untuk “mengusir warga Palestina dan menggantikan mereka dengan pemukim”.

Di bawah hukum Israel, orang Yahudi yang dapat membuktikan gelar sebelum perang 1948 yang menyertai pembentukan negara dapat mengklaim kembali properti Yerusalem mereka. Dalam konflik yang sama, ratusan ribu orang Arab mengungsi, tetapi tidak ada undang-undang serupa untuk warga Palestina yang kehilangan rumah mereka di kota.

“Ini upaya para pemukim, didukung oleh pemerintah, untuk merebut rumah kami dengan paksa,” kata al-Kurd kepada Guardian. “Cukup sudah cukup.”

Pada Minggu sore, setelah ada permintaan dari Jaksa Agung Avichai Mandelblit, Mahkamah Agung setuju untuk menunda persidangan dan menunggu jeda selama satu bulan. Namun demikian, pemberian jeda mungkin tidak dapat mengakhiri krisis.

Senin besok (10/5), menandai Hari yerusalem, sebuah momentum perebutan seluruh kota pada tahun 1976 oleh pasukan Israel, mereka dikabarkan akan melakukan pawai. Pawai sebelumnya telah memperlihatkan para peserta melecehkan penduduk Arab dan menggedor pintu yang tertutup saat mereka turun melalui kawasan Muslim.

Amos Gilad, mantan kepala intelijen militer dan mantan pejabat tinggi kementerian pertahanan, mengatakan pawai harus dibatalkan atau dialihkan. “Tong mesiu terbakar dan bisa meledak kapan saja,” katanya kepada Radio Angkatan Darat.

Yerusalem telah lama menjadi pusat krisis Israel-Palestina, dengan situs sucinya yang dihormati oleh orang Yahudi dan Muslim. Tembok Barat Kota Tua merupakan bagian dari situs tersuci dalam Yudaisme – Temple Mount. Itu sama-sama merupakan bagian dari al-Haram al-Sharif, atau Tempat Suci, dengan Kubah Batu dan masjid al-Aqsa di atasnya.

Warga Palestina telah mengadakan protes setiap malam di Sheikh Jarrah. Gerakan Islamis Hamas, yang berkuasa di Gaza, mendesak warga Palestina untuk tetap di al-Aqsa sampai Ramadhan berakhir, dengan mengatakan: “Perlawanan siap untuk membela al-Aqsa dengan cara apapun”.