Kesepakatan AMIN dengan Ijtima Ulama Dinilai Kontradiktif dengan Komitmen HAM
Berita Baru, Jakarta – Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyoroti langkah pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) yang menandatangani 13 poin pakta integritas dari forum Ijtima Ulama. KontraS menilai kesepakatan dalam pakta integritas tersebut bertentangan dengan klaim AMIN yang berkomitmen dalam menjamin kebebasan berekspresi dan menuntaskan pelanggaran HAM berat.
Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya Saputra, mengungkapkan bahwa salah satu poin dalam Pakta Integritas menjadi kontradiktif dengan klaim komitmen AMIN untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat, terutama pada poin 2. Dalam poin tersebut, AMIN diminta untuk menjalankan amanat TAP MPRS No. XXV tahun 1966 tentang Pembubaran PKI dan Pelarangan Penyebaran Paham Komunisme, Marxisme, dan Leninisme.
“Sudah menjadi terang bahwa ada kontradiksi antara pernyataan Pak Anies ketika berbicara soal menciptakan lingkungan kebebasan setara di semua lapisan masyarakat,” ungkap Dimas Bagus Arya Saputra seperti dikutip dari CNNIndonesia.com pada Jumat (15/12/2023).
Meskipun AMIN memiliki niat baik untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat secara adil dan komprehensif, tindakan mereka menandatangani pakta yang berlawanan dengan visi-misi tersebut menunjukkan kurangnya komitmen.
“Tidak akan ada proses berkeadilan dan komprehensif dalam penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu,” tegas Dimas.
KontraS juga menyoroti kontradiksi terkait komitmen AMIN terhadap kebebasan berekspresi, terutama terkait poin 5 dalam Pakta Integritas Ijtima Ulama. Pada poin tersebut, AMIN diminta untuk melakukan Revolusi Akhlak, termasuk membersihkan Indonesia dari fenomena yang dianggap sebagai ‘penyakit masyarakat,’ termasuk LGBTQ.
Dimas menyatakan bahwa kesepakatan ini justru dapat memfasilitasi diskriminasi dan persekusi terhadap kelompok minoritas, menggadaikan kebebasan untuk mendukung kebijakan diskriminatif.
“AMIN seakan menggadaikan kebebasan dengan menyepakati pakta integritas itu, yang memfasilitasi semakin maraknya diskriminasi dan persekusi terhadap kelompok minoritas,” tambahnya.