Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

TAKE Kubu Raya
Al Muiz Liddinillah dari Beritabaru.co, Rini Kurniyati Solihat Kepala Bidang Bina Keuangan dan Aset Desa DPMD Kab. Kubu Raya, dan Firdaus Direktur Juang Laut Lestari (JARI) Borneo Barat dalam acara Podcast ke-4 Festival Inovasi Ecological Fiscal Transfer (EFT), Selasa (12/10).

Keselarasan Kebijakan Dalam Penerapan TAKE Kubu Raya



Berita Baru, Jakarta – Ketersediaan data yang akurat dan terpusat di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, adalah tantangan utama dalam penerapan skema Transfer Anggaran Kabupaten berbasis Ekologi (TAKE) di wilayahnya.

Hal ini disampaikan oleh Kepala Bidang Bina Keuangan dan Aset Desa DPMD Kab. Kubu Raya Rini Kurnia Solihat dalam Podcast ke-4 Festival Inovasi Ecological Fiscal Transfer (EFT), Selasa (12/10).

Menurut Rini, data yang dimiliki Kubu Raya masih sektoral dan kurang akurat, sehingga untuk melakukan formulasi perhitungan cukuplah rumit.

“Data yang ada itu sektoral, sedangkan kami butuh yang terpusat dan akurat. Tanpa ini, formulasi perhitungan akan susah dilakukan,” ungkapnya dalam diskusi dengan tema Belajar Dari Penerapan TAKE Kabupaten Kubu Raya ini.

Di sisi lain, tidak adanya formulasi perhitungan tersebut merupakan suatu tantangan tersendiri.

Tanpanya, tegas Rini, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kubu Raya akan kesusahan dalam merespons persoalan yang muncul berkenaan dengan skema TAKE.

Selain itu, yang menjadi kendala lain Pemkab Kubu Raya adalah sempitnya ruang fiskal.

Pendanaan untuk skema TAKE hanya bisa diambil dari Alokasi Dana Desa (ADD), sedangkan dana di ruang ini terbatas.

Akibatnya, kata Rini, alokasi dari skema TAKE belum bisa besar. “Ya karena ruang dananya sempit, akhirnya dana TAKE tidak bisa besar,” jelasnya.

Kendati demikian, untuk tahun pertama penerapan TAKE di Kubu Raya boleh dibilang dampaknya cukup baik bagi desa-desa.

Ini terlihat dari bagaimana di beberapa desa di Kubu Raya siapa pun bisa menemukan adanya inovasi-inovasi berkenaan dengan indikator pencapaian skema TAKE.

“Salah satunya adalah inovasi pola transaksi non-tunai. Pola seperti ini belum ada sebelumnya dan ini ada karena ada anggaran khusus dari skema TAKE,” papar Rini.

“Ternyata, dana yang kecil itu mampu memotivasi desa untuk perbaikan. Hampir seluruh sektor tersentuh, bahkan. Desa menjadi tepat waktu dalam penyusunan dokumen anggaran, tepat waktu dalam realisasi, termasuk laporan realisasi,”imbuhnya.

Integrasi dan keselarasan kebijakan

Dalam diskusi yang diselenggarakan oleh The Asia Foundation (TAF) bekerja sama dengan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau ini, narasumber lainnya Firdaus Direktur Juang Laut Lestari (JARI) Borneo Barat menekankan pentingnya keselarasan kebijakan.

Menurut Firdaus, agar skema TAKE bisa optimal dan tepat sasaran, kebijakan semua lapis pemerintahan harus selaras.

Ini tidak saja antara pemerintah desa dan Pemkab Kubu Raya, tetapi juga antara Pemkab dan Pemerintah Provinsi, termasuk Pemerintah Pusat.

“Utamanya terkait tata kelola keuangan ya,” ujar Firdaus dalam podcast dan didukung oleh Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO), Indonesia Budger Center, The Reform Initiatives (TRI), dan  Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) ini.

“Ihwal integrasi pun juga perlu diperhatikan. Seperti integrasi skema ini dengan BUMDes yang harus disesuaikan pula dengan karakteristik desa,” imbuhnya.  

Di tengah diskusi yang dipandu oleh Al Muiz Liddinillah ini pun, Firdaus mengamini apa yang disampaikan Rini terkait tantangan yang sedang dihadapi.

Bagi Firdaus, selain soal data, yang menjadi kendala tersendiri adalah perihal pergantian kepemimpinan.

Pemkab Kubu Raya menerapkan skema TAKE tidak lepas dari inisiatif kepada daerah.

Dalam arti, TAKE ada di Kubu Raya salah satunya karena adanya dukungan dari kepala daerah.

Tanpa itu, yang terjadi bisa sebaliknya. “Akibatnya, keberlanjutan anggaran ini sebenarnya bergantung pada kepala daerah dan oleh sebab itu, ini menjadi tantangan tersendiri,” tutur Firdaus.