Kesal dengan Kesepakatan Idlib, AS Siap Kampanye Anti-Rusia
Berita Baru, Internasional – Pada tanggal 5 Maret, Rusia dan Turki mengadakan perjanjian gencatan senjata untuk menghentikan perseteruan yang sedang berlangsung antara pasukan Turki dan Suriah di Provinsi Idlib. Genjatan senjata itu juga bertujuan untuk membangun patroli militer bersama di daerah tersebut.
Maria Zakharova selaku Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan kepada wartawan pada hari Jumat (20/3) bahwa Amerika Serikat (AS)–yang frustrasi atas perjanjian Rusia-Turki tentang perseteruan Idlib–menggunakan beragam alasan untuk mengkampanyekan seruan anti-Rusia.
Zakhrova mengatakan bahwa Kementerian telah memperhatikan “intensifikasi kontak antara politisi AS dan organisasi White Helmets yang beroperasi di Suriah.”
“Kontak seperti itu biasanya berakhir dengan masalah besar di wilayah ini dalam bentuk provokasi dan tindakan provokatif. Pada 17 Maret, Stephen Biegun selaku Wakil Menteri Luar Negeri AS bertemu dengan pemimpin organisasi White Helmets meskipun saat itu terdapat aturan pembatasan sosial (social distancing) dari Departemen Luar Negeri sehubungan dengan penyebaran virus korona,” ujar Zakharova.
Zakhrova juga ingat bahwa pada 11 Maret, pemimpin organisasi White Helmets menyampaikan pidato di Senat AS. Sebelumnya juga perwakilan kelompok White Helmets bertemu Perwakilan Khusus AS untuk Suriah di dekat perbatasan Turki-Suriah.
Menurutnya, pertemuan-pertemuan ini berlangsung dengan latar belakang kampanye baru dari Pemerintah AS tentang seruan anti-Rusia atas situasi di zona de-eskalasi Idlib.
“Tentu saja, mengejutkan. Organisasi White Helmets, yang memposisikan diri mereka secara eksklusif sebagai organisasi kemanusiaan, sekali lagi berada di pusat manipulasi informasi Barat yang bertujuan mendistorsi situasi nyata di Idlib. Tampaknya, kemungkinan implementasi dari perjanjian Rusia-Turki dan gagasan zona de-eskalasi Idlib, menyebabkan kejengkelan Pemerintah AS. Sehingga mereka siap menggunakan alasan apa pun untuk mengeluarkan seruan anti-Rusia dan merusak penyelesaian politik Suriah,” Zakharova menegaskan.
Perjanjian Gencatan Senjata Idlib antara Putin dan Erdogan
Pernyataan Zakharova itu muncul setelah Presiden Rusia Vladimir Putin dan mitranya dari Turki yaitu Recep Tayyip Erdogan menandatangani perjanjian pada 5 Maret yang menetapkan pembentukan kembali gencatan senjata di Provinsi Idlib Suriah.
Mereka juga menyepakati adanya patroli bersama di jalan raya M4 dan M5 di daerah tersebut.
Pemerintah Turki juga berjanji akan mengerahkan lebih banyak pasukan ke wilayah tersebut, sambil memastikan bahwa mereka tetap berada di pos pengamatan yang sudah ada di provinsi tersebut.
Kesepakatan itu disahkan setelah kelompok-kelompok teroris lokal mengintensifkan serangan terhadap Tentara Suriah bulan lalu, dan memaksanya untuk menanggapi dengan cara yang sama.
Pada 27 Februari, pasukan dari pemerintah Suriah menembaki pasukan Turki. Peristiwa ini menewaskan 33 prajurit Turki. Rusia menganggap serangan ini tidak seharusnya berada di area operasi.
Lalu Turki membalas kematian prajurit mereka dengan melancarkan serangan terhadap Tentara Suriah dengan melakukan serangan yang dikenal dengan Operation Spring Shield. Serangan itu dilaporkan mengakibatkan kematian puluhan prajurit Suriah.
Organisasi White Helmets Dituduh Melakukan Serangan Kimia Palsu di Suriah
Sejauh menyangkut Organisasi White Helmets, kelompok itu telah berulang kali dilacak beroperasi berdampingan dengan militan di Suriah, termasuk yang dari Hayat Tahrir al-Sham. Hayat Tahrir al-Sham merupakan kelompok teroris yang dilarang di Rusia dan serentetan negara lain.
Organisasi White Helmets juga berulang kali dituduh melakukan serangan senjata kimia palsu di Suriah. Sebagai contoh, serangan kimia palsu 2018 di Douma Suriah, yang menurut Organisation for the Prohibition of Chemical Weapons (Organisasi Pelarangan Senjata Kimia) dilakukan oleh pemerintah Suriah.
Suriah menegaskan bahwa serangan Douma dilakukan oleh Organisasi White Helmets. Serangan Douma juga digunakan untuk membenarkan serangan udara AS, Inggris, dan Prancis berikutnya terhadap pasukan Suriah.
Sumber | Sputnik News |