Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

modifikasi

Kepala BMKG Jelaskan Perlunya Modifikasi Cuaca sebagai Mitigasi



Berita Baru, Jakarta – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofosika (BMKG) Dwikorita Karnawati menegaskan bahwa salah satu bentuk mitigasi yang dilakukan untuk mengendalikan perubahan iklim adalah modifikasi cuaca. 

Hal ini ia sampaikan dalam gelar wicara Bercerita ke-93 Beritabaru.co pada Selasa (19/4) dengan tema “Mengantisipasi Dampak Perubahan Iklim di Indonesia.”

Menurut Dwikorita, modifikasi cuaca adalah langkah yang cukup efektif untuk mencegah terjadinya beberapa bencana hidrometeorologi.

Perlu diketahui, maksud dari modifikasi cuaca sendiri adalah upaya memengaruhi sistem awan yang dilakukan oleh manusia dengan teknologi tertentu. Tujuannya agar cuaca lebih bisa bergerak sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan. 

Dwikorita membeberkan beberapa contoh penggunaan modifikasi cuaca, yakni dalam hal pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) dan banjir. 

Cara kerjanya sederhana: dengan menembakkan larutan garam ke awan yang bergantungan di langit. 

Untuk kasus pertama, pihak yang berwenang akan menembakkan larutan garam ke gerombolan-gerombolan awan yang menggantung di atas hutan. 

Biasanya, ketika itu sudah dilakukan, maka hujan akan segera turun, air tanah meningkat, tanahnya lembab, dan susah terbakar. 

“Kalau air tanah meningkat, maka risiko terbakarnya menjadi sangat kecil dan inilah tujuan dari modifikasi cuaca, yaitu agar tidak terjadi Karhutla,” ungkap Dwikorita dalam diskusi yang ditemani oleh Rinda Rachmawati, host Beritabaruco. 

Meski demikian, lanjutnya, satu hal yang penting diperhatikan adalah bahwa modifikasi tersebut harus dieksekusi sebelum musim kemarau tiba.

“Soal waktu ini penting ya. Untuk kasus hutan, kita harus melakukan rekayasa cuaca di akhir musim hujan atau sebelum kemarau. Sebab ketika sudah musim kemarau, kita akan kesulitan menemukan awan-awan di atas hutan,” jelasnya. 

Adapun untuk kasus kedua, metodenya berbeda. Ia menerangkan bahwa untuk mencegah terjadinya banjir di suatu kota, maka pihak yang berwenang harus menembakkan larutan garam ketika awan-awan masih berada di atas laut. 

Logikanya sederhana, yaitu agar hujan terjadi di laut, bukan di daratan. Sebab kalau hujan dengan curah yang tinggi terjadi di daratan, akibatnya bisa pada banjir biasa dan bahkan bandang.