Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Kemenkeu Pastikan Belum Ada PHK Massal di Sektor Tekstil

Kemenkeu Pastikan Belum Ada PHK Massal di Sektor Tekstil



Berita Baru, Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan, belum ada pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional. Namun, sudah ada perusahaan TPT yang mulai mengurangi jam operasional.

Sejalan dengan itu, Kemenkeu terus mendalami isu PHK di industri TPT. Dari hasil analisis Kemenkeu, sejauh ini, kinerja ekspor industri padat karya ini masih cukup baik.

“Kami akan terus memantau permasalahan ini dan melihat dampaknya ke perekonomian nasional. BKF akan mengidentifikasi wilayah tujuan ekspor, potensi perlambatan ekspo, dan seperti apa pengaruhnya ke ekonomi kita,” ucap Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu dalam acara media gathering di Bogor, Jumat (4/11).

Plt. Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro (PKEM) BKF Kemenkeu Abdurohman mengatakan, ekspor pakaian dan aksesoris pakaian terpisah (HS 61), pakaian dan aksesoris pakaian tidak merajut atau sesuatu (HS 62), dan alas kaki (HS 64) masih sangat tinggi per September 2022.

Kemudian, dia mengatakan, kinerja keuangan perusahaan sektor tekstil kuartal I dan II tahun ini berjalan beriringan dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Artinya, pendapatan korporasi tekstil masih tumbuh.

“Bahkan, pertumbuhan industri tekstil dua digit, sedangkan industri manufaktur sekitar 5%,” ucap Abdurohman.

Staf ahli Menteri Keuangan bidang pengeluaran Negara Made Arya Wijaya mengatakan, dari hasil pemantauan Kemenkeu di Jawa Barat, belum terjadi PHK massal. Namun, banyak perusahaan yang sudah mulai mengurangi produksi dan menggilir waktu kerja pegawai.

“Jadi, mungkin arah PHK sudah terjadi, tetapi kondisi riil belum terjadi,” ucap Made.

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industsri (Kadin) Indonesia Bidang Ketenagakerjaan Adi Mahfudz Wuhadji mengatakan, ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya gelombang PHK. Pertama, krisis ekonomi global yang terjadi karena perang Rusia-Ukraina. Perang dua negara ini berdampak terhadap kondisi rantai pasok.

“Saat perekonomian global terkontraksi, akan ada dampaknya kepada Indonesia,” kata Adi.

PHK, kata dia, banyak terjadi di sektor manufaktur, karena produknya berorientasi ekspor. Saat terjadi kontraksi perekonomian di negara mitra dagang, seperti Eropa dan Amerika Serikat, order ekspor ke Indonesia turun.

“Dengan turunnya order produk ekspor 30-60%, produksi perusahaan terkait bakal turun,” kata Adi.

Ketika terjadi penurunan produksi, dia menyatakan, keberlangsungan jumlah tenaga kerja terancam. Sebab, perusahaan harus melakukan efisiensi dan PHK menjadi opsi terakhir bagi pengusaha.

“Sebagai pengusaha, kami menghindari opsi PHK. Persoalannya, perusahaan sudah tidak mampu lagi membayar utang,” kata Adi.

Adi menuturkaan, beberapa sektor yang tertekan antara lain padat karya seperti garmen, sepatu, pakaian, barang jadi, kaos kaki, termasuk otomotif. “Banyak perusahaan yang memakai pekerja outsourcing. Jika sudah pailit, otomatis PHK tidak bisa dielakkan,” ucap Adi.