Kemenkes Waspadai KLB Flu Burung
Berita Baru, Jakarta – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mewaspadai Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit flu burung usai sorotan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terhadap gadis berusia 11 tahun meninggal dunia di Kamboja imbas terpapar flu burung H5N1.
Aturan ini diatur dalam Surat Edaran Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Nomor PV.03.01/C/824/2023 tentang Kewaspadaan Kejadian Luar Biasa Flu Burung (H5N1) Clade Baru 2.3.4.4b yang ditetapkan pada 24 Februari 2023.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Maxi Rein Rondonuwu mengatakan hingga saat ini, risiko infeksi pada manusia masih rendah. Namun demikian, kewaspadaan diperlukan karena virus bermutasi dengan cepat dan konsisten pada mamalia.
“Saat ini memang belum ada laporan penularan ke manusia, tapi kita tetap harus waspada,” ungkapnya dalam keterangan resminya, Sabtu (25/2/2023).
Kemenkes pun meminta Kepada Dinas Kesehatan Provinsi, kabupaten/Kota dan kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) di Indonesia untuk berkoordinasi dengan instansi terkait fungsi kesehatan hewan dan sektor terkait lainnya dalam upaya pencegahan dan pengendalian flu burung pada manusia.
Dinkes Provinsi, Kabupaten/Kota juga diminta menyiapkan fasilitas kesehatan untuk menangani kasus suspek flu burung sesuai pedoman yang telah ditetapkan. Hal itu mesti dibarengi peningkatan kapasitas labkesmas untuk pemeriksaan sampel dari kasus dengan gejala suspek flu burung. Kemudian, kegiatan surveilans dan Tim gerak Cepat (TGC) terutama dalam mendeteksi sinyal epidemiologi di lapangan juga perlu diintensifkan.
“Bagi daerah yang menjadi sentinel surveilans influenza like illness (ILI) dan Severe Acute Respiratory Infection (SARI) agar meningkatkan kewaspadaan dini untuk penemuan kasus suspek Flu Burung di daerah yang terjadi KLB Avian Influenza pada unggas,” tertera dalam keterangan tersebut.
Setiap ada kasus suspek flu burung, Puskesmas harus segera melapor dalam waktu kurang dari 24 jam ke Dinkes Kab/Kota melalui sistem Surveilans Berbasis Kejadian (Event Based Surveillance/EBS) dan Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR). Kemudian, Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota segera melapor dalam waktu kurang dari 24 jam ke PHEOC Ditjen P2P.