Kemenag Merilis Panduan Belajar Pendidikan Keagamaan dan Pesantren
Berita Baru, Jakarta – Kementerian Agama (Kemenag) merilis panduan panduan proses pembelajaran bagi pesantren dan pendidikan keagamaan tahun ajaran baru pada fase normal baru (New Normal). Panduan ini memuat sejumlah ketentuan pendidikan dengan pemberlakuan protokol kesehatan.
Menteri Agama Fachrul Razy mengatakan, panduan tersebut merupakan bagian dari surat keputusan bersama Mendikbud, Menag, Menkes, dan Mendagri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Pada Tahun Ajaran Dan Tahun Akademik Baru Di Masa Pandemi Coronavirus Disease (Covid-19).
Aturan ini wajib diterapkan lembaga pendidikan keagamaan tidak berasrama, serta pesantren dan pendidikan keagamaan berasrama. “Untuk pendidikan keagamaan yang tidak berasrama, diberlakukan sesuai ketentuan Kemendikbud baik pada jenjang pendidikan dasar, menengah, maupun pendidikan tinggi,” kata Fachrul dalam telekonferensi pers di Gedung DPR Jakarta, Kamis (18/06) malam.
Adapun pendidikan keagamaan tidak berasrama itu mencakup Madrasah Diniyah Takmiliyah (MDT) dan Lembaga Pendidikan Al-Qur’an (LPQ). Kemudian, SD Teologi Kristen (SDTK), SMP Teologi Kristen (SMPTK), Sekolah Menengah Teologi Kristen (SMTK), dan Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen (PTKK).
Berikutnya, Sekolah Menengah Atas Katolik (SMAK) dan Perguruan Tinggi Katolik (PTK), Pendidikan Keagamaan Hindu, Lembaga Sekolah Minggu Buddha, Lembaga Dhammaseka, Lembaga Pabajja, serta Sekolah Tinggi Agama Khonghucu dan Sekolah Minggu Konghucu di Klenteng.
Lebih lajut, Fachrul menjelaskan, Pendidikan Keagamaan Islam yang berasrama adalah pesantren, dengan sejumlah satuan pendidikan, yakni Pendidikan Diniyah Formal (PDF), Muadalah, Ma’had Aly, Pendidikan Kesetaraan pada Pesantren Salafiyah, Madrasah/Sekolah, Perguruan Tinggi, dan Kajian Kitab Kuning (nonformal).
Selain pesantren, ada juga MDT dan LPQ yang diselenggarakan secara berasrama. Hal yang sama berlaku juga di Kristen, ada SDTK, SMPTK, SMTK dan PTKK yang memberlakukan sistem asrama.
“Untuk Katolik, ada SMAK dan PTK Katolik yang berasrama. Sedangkan Buddha, menyelenggarakan Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri (STABN) secara berasrama,” kata dia.
Menag mengatakan, saat ini sudah ada sejumlah pesantren dan pendidikan keagamaan yang menyelenggarakan pembelajaran tatap muka. Oleh sebab itu, panduan ini juga mewajibkan pimpinan pesantren dan pendidikan keagamaan untuk berkoordinasi dengan gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 daerah.
Selain itu, koordinasi juga perlu dilakukan dengan dinas kesehatan setempat untuk memeriksa kondisi kesehatan peserta didik aman dari Covid-19.
Untuk menjamin kemanan dan kesehatan seluruh tenaga pengajar dan peserta didik, Kemenag memberlakukan empat ketentuan utama dalam pembelajaran di masa pandemi, baik untuk pendidikan keagamaan berasrama maupun tidak berasrama.
Keempat ketentuan utama tersebut adalah:
1. Membentuk gugus tugas percepatan penanganan Covid-19;
2. Memiliki fasilitas yang memenuhi protokol kesehatan;
3. Aman Covid-19, dibuktikan dengan surat keterangan dari gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 atau pemerintah daerah setempat;
4. Pimpinan, pengelola, pendidik, dan peserta didik dalam kondisi sehat, dibuktikan dengan surat keterangan sehat dari fasilitas pelayanan kesehatan setempat.
“Keempat ketentuan ini harus dijadikan panduan bersama bagi pesantren dan lembaga pendidikan keagamaan yang akan menggelar pembelajaran di masa pandemi,” ujar Fachrul.
Adapun protokol kesehatan yang wajib ditaati bagi pesantren dan pendidikan keagamaan pada masa pandemi Covid-19 yakni menjaga kebersihan lingkungan secara berkala, menyediakan sarana cuci tangan menggunakan sabun.
Kemudian membudayakan etika batuk atau bersin, dan cara menggunakan masker. Selain itu, seluruh peserta didik dan pengajar wajib menggunakan kitab suci dan buku atau bahan ajar pribadi, serta menggunakan peralatan ibadah pribadi yang dicuci secara rutin.
Ada pula protokol kesehatan lain yang harus dijalankan seperti menghindari penggunaan peralatan mandi dan handuk secara bergantian bagi lembaga pesantren dan pendidikan keagamaan yang berasrama.
Berikutnya, melakukan aktivitas fisik, seperti senam setiap pagi, olahraga, dan kerja bakti secara berkala dengan tetap menjaga jarak, dan menganjurkan untuk mengonsumsi makanan yang sehat, aman, dan bergizi seimbang.
“Wajib melakukan pemeriksaan kondisi kesehatan warga satuan pendidikan paling sedikit satu kali dalam seminggu dan mengamati kondisi umum secara berkala,” kata dia.
Apabila suhu badan mencapai 37,3°celcius, maka tidak diizinkan untuk memasuki ruang kelas dan/atau ruang asrama, dan segera menghubungi petugas kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan setempat. Jika disertai dengan gejala batuk, pilek, sakit tenggorokan, dan sesak nafas disarankan untuk segera menghubungi petugas kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan setempat.
Seluruh lembaga pendidikan keagamaan wajib menyediakan ruang isolasi yang berada terpisah dengan kegiatan pembelajaran atau kegiatan lainnya. Sedangkan untuk konsumsi para siswa atau santri, pimpinan lembaga pendidikan diwajibkan menyediakan makanan dengan gizi seimbang yang dimasak sampai matang dan disajikan dengan menggunakan sarung tangan dan masker.
Sebelumnya, pemerintah telah memutuskan sekolah yang berlokasi di zona hijau virus corona boleh menggelar kegiatan belajar mengajar secara tatap muka. Namun, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengatakan kapasitas kelas dibatasi hanya 50% dari kondisi normal.
Pembatasan jumlah siswa tersebut berlaku selama masa transisi dua bulan pertama pembukaan kembali sekolah. Jika berlangsung aman, kegiatan belajar mengajar dapat berlanjut dengan kebiasaan baru.
“Selama dua bulan pertama buka, ada berbagai restriksi yang akan kami lakukan. Yang penting ialah kondisi kelasnya,” kata Nadiem dalam konferensi video, Senin (15/6).