Kemen PPPA: Keluarga Agen Utama Perubahan Perilaku Mencegah Penularan Covid-19
Berita Baru, Jakarta – Sejak merebaknya Covid-19 di klaster keluarga, pemerintah memfokuskan kampanye 3M (Memakai Masker, Mencuci Tangan dan Menjaga Jarak) pada keluarga. Hal itu dilakukan karena keluarga memiliki peran sentral sebagai ujung tombak edukasi perubahan perilaku. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah menyusun Protokol Kesehatan Keluarga sekaligus telah merilis materi KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) agar Protokol Kesehatan Keluarga dapat dipahami dengan mudah.
“Penyebaran virus Corona ini sangat cepat. Setiap anggota keluarga berpotensi menularkan dan tertular karena interaksi secara terus menerus. Kampanye patuh 3M ini harus sering dilakukan karena diakui hal itu mengubah perilaku untuk hidup sehat dan bersih di masyarakat itu tidak mudah. Di dalam keluarga itu sendiri, peran Ibu sebagai manajer rumah tangga menjadi sangat penting,” ujar Indra Gunawan, Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat Kemen PPPA dalam sambutan pada Webinar Peran Sentral Keluarga Dalam Pencegahan Covid-19 di Jakarta, Rabu 14 Oktober 2020.
Sementara itu Juru Bicara Kemen PPPA, Ratna Susianawati menjelaskan edukasi pencegahan penyebaran Covid-19 harus dimulai dari kedisiplinan di dalam rumah, di luar rumah saat beraktifitas hingga saat anggota keluarga tiba kembali di rumah. Peran Ibu disini dapat terlibat untuk memastikan setiap anggota keluarga aman dan tidak terpapar.
“Peran keluarga sangat besar untuk terlibat dalam pencegahan penyebaran virus Corona karena keluarga adalah satu-satunya lembaga sosial yang diberikan tanggungjawab pertama untuk mengatur perilaku yang dikehendaki pemerintah. Dalam hal ini, keluarga dan anggota di dalam rumah sekaligus menjadi agen utama pelaku sosialisasi agar setiap individu tergerak dan bertanggungjawab menjalankan protokol kesehatan serta saling menjaga satu sama lain. Sosok Ibu dalam keluarga menjadi pengawas yang memastikan keluarga aman,” tegas Ratna Susianawati.
Agar pesan 3M dan Protokol Kesehatan Keluarga ini massif dan diterima dengan baik oleh masyarakat, Kemen PPPA menurut Ratna bersinergi dengan banyak pihak yaitu Organisasi Perempuan seperti OASE, KOWANI , dan PKK , Lembaga Masyarakat, Dinas PPPA di seluruh Indonesia, Forum Anak dan Media Massa. Selain itu, Kemen PPPA juga terus mengaktifkan gerakan BERJARAK (Bersama Jaga Keluarga Kita) yang sudah dilakukan sejak bulan April lalu. KIE Protokol Kesehatan Keluarga dapat diakses di portal berjarak.kemenpppa.go.id dan di akun media sosial Kemen PPPA. Mengingat masyarakat Indonesia yang sangat heterogen maka setiap daerah dapat menyesuaikan KIE yang tersedia disesuaikan dengan bahasa dan kearifan lokal.
Sementara itu, Rusmiyati, Kasubdit Kapasitas Kerja di Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga, Kementerian Kesehatan menjelaskan bahwa tindakan 3M harus dilakukan bersamaan dan tidak terpisah.
“Dimulai dari diri sendiri harus sehat, bila tidak sehat harap tidak bepergian. Orang yang sehat dan beraktifitas di luar harus memakai masker, membawa hand sanitizer dan jaga jarak minimal 1 meter. Ketika tiba di rumah, orang bersangkutan harus mempertimbangkan anggota keluarga di rumah sehingga seperti tercantum di Protokol untuk segera mandi sebelum berinteraksi,” ujar Rusmiyati.
Menjaga jarak diakui Rusmiyati banyak dilanggar masyarakat. Dari Hasil Survei Kepatuhan Masyarakat oleh Puslitbang Humaniora dan Manajemen Kesehatan, Badan Litbangkes, meskipun 96,6% dari 19.654 responden paham untuk menjaga jarak, namun prakteknya hanya 54,29% responden yang taat. Itu sebabnya Rusmiyati berpendapat, kampanye harus semakin massif dilakukan.
Narasumber lain dalam webinar ini yaitu Risang Rimbatmaja, praktisi komunikasi interpersonal, sepakat bahwa keluarga adalah sasaran utama untuk diedukasi karena masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa di dalam rumah anggota keluarga pasti aman. Meski edukasi tidak mudah karena saat ini sebagian warga dalam kondisi stress dan cenderung acuh, namun cara mengkomunikasikan Protokol Kesehatan Keluarga dapat ditempuh dengan dialog ringan atau story telling.
“Saat ini tidak jarang tenaga kesehatan juga dikucilkan saat melakukan edukasi karena dianggap berlebihan. Meski demikian edukasi harus terus dilakukan karena virus Corona ini masih ada. Untuk mengubah perilaku, pemimpin baik di keluarga atau kelompok masyarakat harus dapat jadi panutan yang baik. Masyarakat bisa diajak dialog ringan cara penularan virus agar paham pencegahannya, paham memakai masker karena penularan bisa dari udara dan droplet, tahu bahwa virus ini bisa mematikan tetapi bisa dicegah. Artinya, masyarakat diberikan solusi untuk mencegah terpapar dan bukan ditakut-takutin. Jika masyarakat paham, diharapkan stigma pada penderita yang terkonfirmasi juga hilang,” tutup Risang.