Kekerasan Seksual di Dunia Kerja: Pemerintah Perlu Ratifikasi Konvensi ILO
Berita Baru, Nasional – Never Okay Project resmi merilis laporan kasus kekerasan seksual di dunia kerja yang disusun dari pemberitaan media, pada Sabtu (12/2). Acara bertajuk “Seperti Dendam, Kekerasan Seksual Harus Diusut Tuntas: Laporan Kekerasan Seksual di Dunia Kerja berdasarkan Pemberitaan Media sepanjang Tahun 2021” ini digelar sebagai bagian dari semangat merayakan International Women’s Day yang jatuh pada tanggal 8 lalu.
Imelda Riris Damayanti selaku penyusun riset ini menuturkan, laporan tersebut dibuat guna mengingatkan kembali urgensi penanganan kekerasan seksual, serta mengkampanyekan peran media dan publik dalam mengawal bersama kasus kekerasan di dunia kerja.
Dalam paparan riset yang dikumpulkan melalui pemberitaan media tersebut, diketahui terdapat 65 kasus kekerasan seksual di dunia kerja berdasarkan pemberitaan media sepanjang tahun 2021. “Angka ini meningkat, karena tahun 2020 laporan terdahulu kami mencari kasus pemberitaan kekerasan seksual di dunia kerja dari tahun 2018 sampai 2020 terdapat ada 32 kasus saja,” tutur Fildza Kautsar dari Never Okay Project.
Ia menambahkan, peningkatan ini bisa jadi karena dua alasan. Pertama, media sudah lebih menyadari pentingnya pemberitaan terhadap kasus kekerasan, atau kedua karena tim Never Okay Project telah memodifikasi proses pencarian kasus sehingga menemukan lebih banyak dibanding sebelumnya. “Namun tidak menutupi masih ada pemberitaan media yang luput kami analisa,” imbuhnya.
Laporan Kasus Kekerasan Seksual di Dunia Kerja
Dari hasil riset tersebut ditemukan, pelaku kekerasan seksual di dunia kerja paling banyak terjadi justru dengan pihak ketiga. “Dalam kasus kekerasan seksual memang paling banyak menjumpai ketimpangan relasi kuasa, tapi itu tidak hanya terjadi di internal perusahaan, tapi juga eksternal dengan klien pemberi kerja,” ungkap Fildza.
Klien atau pemberi jasa menempati posisi pertama dari pelaku kekerasan seksual di dunia kerja yakni sebanyak 29 kasus. Posisi kedua menempatkan atasan atau rekan kerja senior sebagai pelaku kekerasan seksual sebanyak 21 kasus, diikuti dengan perekrut sebanyak 6 kasus, rekan kerja sebaya atau setara sebanyak 4 kasus, dan mantan rekan kerja sebanyak 1 kasus.
Sementara itu dilihat dari sektor kerjanya, angka tertinggi diduduki oleh sektor kerja informal yakni sektor prostitusi (14 kasus), Pemerintah (8 kasus), kesehatan (8 kasus), UMKMK (6 kasus), transportasi (4 kasus), militer & kepolisian (4 kasus), media dan kreatif (4 kasus), PRT (2 kasus), perbankan dan keuangan (2 kasus), institusi keagamaan (2 kasus), serta sektor lainnya (8 kasus).
Sementara itu, jenis kekerasan yang terjadi dari sejumlah kasus yang ditemukan juga cukup beragam, mulai dari kekerasan fisik (33 kasus), perkosaaan (14 kasus), eksploitasi seksual (9 kasus), prostitusi paksa (6 kasus), kekerasan visual (5 kasus), kekerasan online (4 kasus), kekerasan tertulis (3 kasus), dan 10 kasus lain yang tak teridentifikasi.
Spill di Media Sosial: Sebuah Jalan Pintas?
Lebih lanjut dari laporan Never Okay Project, sebanyak 60% korban memang melaporkan kasusnya ke polisi. Namun, tidak sedikit juga penyintas yang mengadukan kasusnya ke media sosial.
Menurut Dosen Hukum Ketenagakerjaan Nabiyla Risfa Izzati, tendensi korban menceritakan kasusnya ke media sosial menunjukkan belum adanya kepercayaan korban untuk mengambil langkah hukum. “Sayangnya, spill di media sosial juga tidak efektif, karena dapat menjadi bola liar dan korban cenderung ditinggalkan,” ujarnya.
Nabiyla menambahkan, masalah ini juga berakar dari ketidakpercayaan atau kurangnya instrumen hukum yang berpihak pada korban. Selain pentingnya menunggu kejelasan RUU TPKS, pemerintah juga perlu memfasilitasi instrumen hukum dalam kasus kekerasan seksual di ranah ketenagakerjaan. Mengingat, UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan tidak mengatur kekerasan dan pelecehan seksual di dunia kerja secara spesifik.
Menurutnya, instrumen yang ideal adalah konvensi ILO nomor 190 tahun 2019. Dengan menggunakan dasar tersebut, kebutuhan pekerja atas rasa aman akan lebih teratasi karena ILO tidak hanya membahas dalam konteks hubungan kerja, melainkan melihat hubungan kerja secara luas apalagi mengingat saat ini telah lahir hubungan kerja jenis baru yang tidak tersentuh aturan tenaga kerja, seperti sopir ojek online.
Hal ini diperunyam dengan belum banyaknya perusahaan yang menerapkan peraturan dan mekanisme untuk kasus kekerasan seksual.
Rekomendasi untuk Semua
Untuk merangkum laporan kasus kekerasan seksual di dunia kerja tersebut, Never Okay Project merekomendasikan pemerintah segera meratifikasi Konvensi ILO Nomor 190 Tahun 2019 dan Rekomendasi Nomor 206 tentang Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja. Dengan demikian, jaminan atas perlindungan terhadap pekerja dari praktik kekerasan seksual lebih kuat.
Tak hanya pemerintah, media massa juga diharapkan tidak hanya memberitakan sata kasus tersebut viral di media sosial, namun mengabarkan kelanjuutan dari kasus tersebut. “Termasuk bagaimana korban mendapatkan haknya, bagaimana pendampingannya, itu tidak diberitakan,” ujar Fildza.
Selain itu, dari ranah pekerjaannya sendiri, perusahaan perlu merancang strategi pencegahan kekerasan seksual, instrumen kebijakan berperspektif korban, dan memperhatikan kelanjutan setiap proses pada kasus yang dilaporkan, termasuk memastikan pemulihan psikologis korban.
Laporan kasus kekerasan seksual di dunia kerja yang dilakukan Never Okay Project dapat diunduh melalui tautan berikut ini.