Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Kasus Aktif Pasien Covid-19 Indonesia

Kabar Baik, Kasus Aktif Pasien Covid-19 Indonesia di Bawah Rata-rata Dunia



Berita Baru, Jakarta – Berdasarkan data Kementerian Kesehatan per 10 Agustus 2020, persentase kasus aktif di Indonesia sebesar 30,8 persen atau 39.082 orang. Sementara di tingkat dunia rata-rata 31,5 perseb. Ini menunjukan bahwa jumlah kasus aktif pasien virus Corona (Covid-19) di Indonesia lebih rendah jika dibandingkan jumlah kasus aktif di dunia.

“Kasus aktif artinya kasus Covid-19 yang masih aktif di masyarakat, dibandingkan dengan kasus kumulatif atau terkonfirmasi positif, itu menunjukkan jumlah kasus sampai dengan sekarang,” kata Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito dalam keterangan resminya, Selasa (11/8).

Ia menjelaskan bahwa tingkat kesembuhan berada di angka 64,7 persen atau 82.236 kasus. Sedangkan tingkat kematian berada di angka 4,5 persen atau 5.765 kasus.

“Cara melihat seperti ini, adalah kita harus bisa memastikan kasus aktifnya yang ada setiap harinya makin kecil. Sementara itu kasus kesembuhannya harus makin besar, dan kasus kematiannya harus semakin kecil. Dengan perspektif seperti ini, kita akan bisa melihat lebih alamiah dalam kondisi yang sebenarnya,” ujar Wiku.

Ia menyatakan bahwa persentase kesembuhan di Indonesia berada di angka 64,7 persen dan dunia juga dalam angka yang sama. Sedangkan persentase kematian di Indonesia masih lebih tinggi yaitu di angka 4,5 persen. Sementara di tingkat dunia berada di angka rata-rata 3,64 persen.

Meskipun angka kematian nasional berada diatas angka dunia, namun secara rincian daerah, Wiku menyebut ada 22 provinsi yang memiliki angka kematian dibawah rata-rata dunia.

Tiga urutan teratas diantaranya DKI Jakarta (3,56 persen), Sulawesi Selatan (3,18 persen) dan Jawa Barat (3 persen). Kondisi pada 22 provinsi itu menurutnya harus dipertahankan.

“Tujuan kita bersama adalah menurunkan angka kematian, kalau bisa dibawah angka dunia, dan kesembuhannya diatas rata-rata dunia. Demikian juga kasus aktif harus lebih rendah dari rata-rata dunia,” tambahnya.

Menurut dia, hal yang perlu dipahami adalah perubahan kasus aktif ini sangat dinamis setiap harinya, sehingga dapat mempengaruhi posisi Indonesia bila dibandingkan dengan dunia. Perhatian pun perlu difokuskan untuk bagaimana mempertahankan angka kasus aktif tetap diatas persentase dunia, dan angka kasus kematian dapat ditekan hingga dibawah persentase dunia.

Disamping itu Wiku juga menjelaskan tentang rencana ditetapkannya pembelajaran tatap muka di wilayah kategori zona kuning dan zona hijau.

Menurut dia, saat ini sudah ada Surat Keputusan Bersama dari 4 menteri yakni Menteri Dalam Negeri, Menteri Kesehatan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, serta Menteri Agama. Namun, tetap perlu memperhatikan aspek keselamatan, kesiapan, persetujuan dan simulasi.

Selain itu, satuan lembaga pendidikan pun harus ada persetujuan dari pemerintah daerah atau kantor wilayah, kepala sekolah, komite sekolah, orang tua peserta didik.

“Dan jika orang tua tidak setuju, peserta didik dapat di rumah dan tidak dipaksakan,” katanya.

Jika kelak akan diterapkan, terang dia, harus dilakukan evaluasi bertahap. Pasalnya, banyak sekolah-sekolah di daerah 3T sulit melaksanakan pembelajaran jarak jauh akibat akses jaringan digital.

“Untuk itu himbauan untuk melakukan simulasi dan bagi daerah yang akan memperbolehkan tatap muka perlu dilakukan dengan baik, perlu dilakukan pengawalan dengan ketat protokol dan pembelajaran tatap muka anak-anak kita,” ujar Wiku.

Khusus pembukaan sekolah tatap muka di zona kuning mensyaratkan izin dari pemerintah terkait kesiapan sekolah melaksanakan kegiatan dengan protokol dan kesehatan. Tentunya dengan persetujuan para orang tua.

Sedangkan kurikulum darurat dalam kondisi khusus, karakteristiknya harus menyesuaikan dengan kemampuan siswa, serta memfokuskan pada kompetensi esensial dan prasyarat untuk jenjang berikutnya.

Dalam penerapannya harus berlandaskan 2 prinsip yakni (pertama) kesehatan dan keselamatan semua elemen pendidikan. Dan (kedua) tumbuh kembang peserta didik dan kondisi psikososial.

“Jika terindikasi kondisi tidak aman dan peningkatan risiko, satuan pendidikan wajib ditutup,” tegas Wiku.