Jumlah Penduduk Meningkat, Produksi Beras Stagnan
Berita Baru, Jakarta – Tingginya harga beras belakangan ini disinyalir sebagai akibat dari ketidakseimbangan produksi beras dalam negeri dengan jumlah penduduk yang terus meningkat di Indonesia.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa inflasi harga beras selama Januari hingga Agustus 2023 mencapai 7,99 persen (year-to-date/ytd), dan pemerintah menjelaskan bahwa kenaikan harga beras disebabkan oleh pasokan yang rendah.
Menurut Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, para penggilingan padi saat ini kesulitan mendapatkan gabah kering panen (GKP), dengan harga GKP yang telah mencapai Rp7.000-Rp8.000 per kilogram.
“Yang harus kita kerjakan bersama saat ini adalah meningkatkan produksi,” ujar Arief dalam keterangannya yang dikutip dari Ekonomi Bisnis pada Rabu (20/9/2023).
Namun, data menunjukkan bahwa produksi beras dalam lima tahun terakhir sejak 2018-2022 cenderung stagnan, sementara jumlah penduduk terus meningkat. Dengan asumsi konsumsi beras per kapita per tahun sebesar 81,04 kilogram, dibutuhkan tambahan beras sekitar 235.016 ton per tahun.
Menurut Anggota Ombudsman, Yeka Hendra Fatika, meskipun pemerintah mengklaim adanya surplus beras, surplus tersebut cenderung hanya angka saja dan tidak selalu tercermin dalam ekspor beras yang terdokumentasi dengan baik.
“Yang realistis, kalau memang kita surplus harus ekspor dong, ekspor kan ada laporan pajaknya, ini kan enggak ada, artinya yang surplus itu bagaimana? Ya itu surplus di angka saja,” ujar Yeka.
Selain itu, Yeka juga mengemukakan bahwa produksi beras yang diupayakan oleh Kementerian Pertanian (Kementan) tampaknya tidak mempertimbangkan penambahan jumlah penduduk yang semakin banyak.
“Jadi persoalannya itu tetap pasokan, saya tidak bicara Kementan gagal dalam meningkatkan produksi, tetapi pertanyaannya, sejauh mana pasokan kita memenuhi kebutuhan pasar,” ucap Yeka.