Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

JATAM Sebut Perusahaan Penambang Pasir di Sulsel Orang Dekat Gubernur
Sejumlah nelayan Kodingareng menggelar aksi penolakan penambangan pasir diwilayah tangkapannya (Foto: JATAM)

JATAM Sebut Perusahaan Penambang Pasir di Sulsel Orang Dekat Gubernur



Berita Baru, Jakarta – Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) menyebutkan perusahaan pengeruk pasir di wilayah Kodingareng Sulawesi Selatan dimiliki oleh orang dekat dan kolega Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah.

“Di balik penambangan pasir laut oleh PT Boskalis Internasional Indonesia yang menghancurkan wilayah tangkap nelayan, berikut brutalitas aparat keamanaan terhadap nelayan dan aktivis yang menolak tambang di perairan Takalar, Sulawesi Selatan, terdapat kepentingan besar dari Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah, beserta para koleganya,” demikian tulis JATAM dalam pers rilisnya, Rabu (16/9).

JATAM menjelaskan setelah menelusuri sejumlah dokumen dari Ditjen AHU Kemenkumham RI dan akta perusahaan yang tercantum di dokumen AMDAL, dari total 12 izin usaha pertambangan yang beroperasi di perairan Takalar, dua di antaranya adalah PT Banteng Laut Indonesia dan PT Nugraha Indonesia Timur. Dua perusahaan ini tercatat dimiliki oleh orang-orang dekat gubernur Sulsel.

“PT Banteng Laut Indonesia, yang merupakan pemilik konsesi, tempat dimana Boskalis Internasional Indonesia menambang pasir, pemilik/pemegang sahamnya, antara lain Akbar Nugraha sebagai Direktur Utama, Sunny Tanuwijaya sebagai Komisaris, Abil Iksan sebagai Direktur, dan Yoga Gumelar Wietdhianto. Selain Akbar Nugraha dan Abil Iksan, nama Fahmi Islami juga tercatat sebagai pemegang saham di PT Banteng Laut Indonesia,” jelasnya.

“Sementara di PT Nugraha Indonesia Timur, Abil Iksan juga tercatat sebagai Direktur, Akbar Nugraha sebagai Wakil Direktur, dan Kendrik Wisan sebagai Komisaris,” imbuh JATAM.

Ijon Politik

JATAM menilai penangkapan semena-mena yang dibarengi praktik kekerasan dan intimidasi terhadap sejumlah nelayan dan aktivis yang menolak penambangan tersebut diduga kuat sebagai implikasi dari transaksi ijon politik antara Nurdin Abdullah dan para pemilik/pemegang saham kedua perusahaan di atas pada momentum Pilgub Sulsel 2018 lalu..

“Indikasi ijon politik itu diperkuat lagi dengan relasi antara anak Gubernur Nurdin Abdullah, Fathul Fauzi Nurdin, yang tak sekadar dekat dengan sejumlah pemilik/pemegang saham tambang di dua perusahaan di atas, tetapi juga menjadi “penghubung” antara Bapaknya selaku Gubernur dan Akbar Nugraha — yang nota bene teman seangkatannya di Binus University — sebagai pengusaha tambang,” katanya.

Dugaan semakin kuat, lanjut JATAM dengan fakta bahwa putra bungsu Nurdin Abdullah, Fathul Fauzi Nurdin tersebut tercatat sebagai Caleg DPRD Provinsi Sulawesi Selatan dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) pada 2019 lalu, melalui Dapil 4 Sulsel yang meliputi Bantaeng, Jeneponto, dan Kep. Selayar. Anak bungsu dari Gubernur Nurdin Abdullah ini juga tercatat sebagai Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) PSI pada pemilu tahun 2019.

“Setelah gagal menjadi anggota legislatif, Fathul Fauzi Nurdin diangkat menjadi Ketua Banteng Muda Indonesia (BMI), salah satu organisasi sayap Partai PDI Perjuangan pada 12 Maret 2020 lalu. Selain itu, Fathul Fauzi Nurdin juga diketahui menjabat sebagai Bendahara Umum KNPI Sulawesi Selatan, Periode 2019 – 2022,” paparnya.

Dengan demikian, JATAM menegaskan keberadaan perusahaan-perusahaan tambang di perairan Takalar, berikut aktivitas penambangan pasir yang terus terjadi di tengah perlawanan ribuan nelayan yang terus menguat dan masif, diduga kuat terdapat kepentingan besar gubernur Nurdin Abdullah dan para pemilik/pemegang saham PT Banteng Laut Indonesia dan PT Nugraha Indonesia Timur.

“Kekuasaan dan pengaruh yang dimiliki Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah tersebut, tidak sedang dipergunakan untuk menjamin keselamatan ribuan nelayan di wilayah operasi perusahaan tambang, namun diduga justru hanya untuk memastikan kenyamanan dan perluasan usaha dari pebisnis tambang yang, nota bene sebagian pemilik/pemegang saham perusahaan-perusahaan itu dikenal dekat dengan sang gubernur,” pungkasnya.