Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

JATAM: Perppu Cipta Kerja Siasat Licik Amankan Kepentingan Pebisnis Sebelum Pilpres 2024
Presiden Joko Widodo (Jokowi). (Foto: Istimewa)

JATAM: Perppu Cipta Kerja Siasat Licik Amankan Kepentingan Pebisnis Sebelum Pilpres 2024



Berita Baru, Jakarta – Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) menilai Perppu Cipta Kerja merupakan siasat licik pemerintah untuk mengamankan kepentingan pebisnis sebelum Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Kepala Divisi Hukum JATAM, Muh Jamil menyebut langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 pasca MK memutuskan UU Cipta Kerja Inkonstitusional Bersyarat itu menunjukkan watak kekuasaan rezim yang culas.

“Dikendalikan pebisnis dan cenderung masa bodoh dengan gelombang protes penolakan rakyat,” kata Muh Jamil, Senin (9/1).

Menurut JATAM, penerbitan Perppu Cipta Kerja pada 30 Desember lalu itu, adalah contoh nyata soal bagaimana rezim Jokowi-Ma’ruf yang lihai memanfaatkan kekuasaan politik untuk kepentingan pebisnis.

“Dan secara sistematis mempersempit ruang gerak warga yang mempertahankan hak atas ruang hidupnya di sisi yang lain,” ujarnya.

Jamil menyebut, setelah membaca dan mencermati isi Perppu 2/2022, termasuk menyandingkannya dengan UU Cipta Kerja No 11 Tahun 2020, UU Minerba No 3 Tahun 2020, dan UU Panas Bumi serta Ketenaganukliran, JATAM menemukan 7 kejanggalan.

Pertama, kosakata Perppu digunakan oleh Presiden Jokowi sebagai slogan populis untuk mengatasi ancaman krisis, cipta lapangan kerja, dan juga seolah-olah Presiden telah melakukan perbaikan terhadap UU Cipta kerja 11/2020 yang sebelumnya dinyatakan Inkonstitusional Bersyarat.

Kedua, Perppu 2/2022 secara umum wataknya masih sama, hampir tak ada bedanya dengan UU Cipta Kerja No 11/2020, diimana terjadi sentralisasi perizinan ke pemerintah pusat, serta mempertahankan siasat-siasat licik menaklukkan ruang, melalui Proyek Strategis Nasional (PSN), Kawasan Industri (KI), Kawasan Strategis Nasional (KSN), dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

Ketiga, pada sektor pertambangan batubara berupa pengenaan royalti sebesar 0% (nol persen) yang diatur sebelumnya dalam UU Cipta Kerja 11/2020, misalnya, justru diperkuat dalam Perppu 2/2022 pasal 39 yang menyisipkan pasal 128A ayat (2) halaman 221, dengan menambah kata IUP dan IUPK. 

Melalui pasal ini, jelas Jamil, perusahaan yang melakukan hilirisasi jelas menangguk untung. Dari 11 perusahaan tambang yang berkomitmen untuk melakukan hilirisasi batubara, tujuh di antaranya berkomitmen untuk melakukan proyek gasifikasi batubara dengan produk akhir Dimethyl ether (DME) dan metanol.

Menurutnya, ketujuh perusahaan itu, antara lain PT. Bukit Asam Tbk (PTBA), PT. Kaltim Prima Coal (KPC), PT. Kaltim Nusantara Coal, PT. Arutmin Indonesia, PT. Kendilo Coal Indonesia, PT. Adaro Indonesia, dan PT. Berau Coal. 

Proyek gasifikasi dari tujuh perusahaan itu ditaksir membutuhkan pasokan batu bara mencapai 19,17 juta ton setiap tahunnya. Sisanya, PT. Multi Harapan Utama, PT. Kideco Jaya Agung, PT. Megah Energi, dan PT. Thriveni mengolah produk seperti semi kokas dan briket batubara.

“Kini, tiga perusahaan itu sudah berproduksi secara komersial,” tuturnya.

Temuan keempat, memberi ruang bagi korporasi untuk menambang di laut hingga laut dalam (pasal 47A huruf k), dan juga diperbolehkan untuk melakukan dumping (pasal 47A huruf p), Halaman 65. 

Klausul ini, jelas Jamil, memberi kemudahan bagi korporasi tambang yang tengah mengajukan proyek Deep Sea Tailing Placement (DSTP) di perairan Morowali, Sulawesi Tengah dan Pulau Obi, Maluku Utara.

“Sejumlah perusahaan itu, antara lain  PT. QMB New Energy Material, PT. Sulawesi Cahaya Mineral, dan PT. Huayue Nickel Cobalt yang terafiliasi dengan PT. IWIP di Morowali dan PT. Trimegah Bangun Persada di Pulau Obi,” sebutnya.

Kelima, melalui Pasal 43 Perppu 2/2022 ini seluruh perizinan terkait tenaga nuklir diambil alih oleh pemerintah pusat. Hal ini memuluskan jalan bagi pemerintah yang ngotot mengembangkan pembangkit energi dari nuklir. 

Keenam, di Perppu 2/2022, Pasal 41 yang mengubah Pasal 5 halaman 229 (UU Panas Bumi) justru melanggengkan perambahan kawasan hutan lindung, hutan konservasi, kawasan konservasi di perairan dan wilayah laut lebih dari 12 (dua belas) mil diukur dari garis pantai ke arah laut lepas di seluruh Indonesia. 

Ketujuh, JATAM mencatat Perppu 2/2022 juga tetap mempertahankan dan memperkuat pasal-pasal yang membuka kriminalisasi bagi rakyat. Sektor minerba, misalnya, rakyat yang mempertahankan ruang hidupnya diancam pidana 1 tahun dan denda 100 juta rupiah.

“Dalam Perppu 2/2022 termuat dalam Pasal 39 yang mengubah Pasal 162 UU Minerba pada halaman 222,” terang Jamil.

Sementara di sektor panas bumi, dalam Perppu 2/2022, ancaman sanksi bagi warga yang mempertahankan ruang hidupnya ancaman sanksinya ditingkatkan dari 1 (satu) tahun menjadi 7 (tujuh) tahun. 

“Lalu ancaman dendanya ditingkatkan dari Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) menjadi Rp. 70.000.000.000,00 (tujuh puluh miliar rupiah),” tutur Jamil.

Dengan demikian, JATAM memandang klaim pemerintah bahwa penerbitan Perppu 2/2022 sebagai upaya antisipasi atas ancaman inflasi ekonomi atau resesi global, adalah omong kosong.

“Sebaliknya, penerbitan Perppu ini justru seolah terlihat sebagai langkah mendesak Presiden Joko Widodo untuk memberi jaminan hukum bagi keamanan dan keberlanjutan investasi para pebisnis sebelum mengakhiri kekuasaan politiknya pada awal 2024 mendatang,” pungkas Jamil.