JATAM: Inpres Mobil Listrik, Kado untuk Pelaku Industri dan Elit Politik-Pebisnis
Berita Baru, Jakarta – Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) menilai instruksi presiden tentang ‘kendaraan bermotor listrik berbasis baterai’ merupakan kado istimewa bagi pelaku industri tambang dan otomotif, serta elit politik yang terlibat langsung dan tidak langsung dalam bisnis industri pertambangan nikel dan ekosistem kendaraan listrik.
Dalam inpres yang diteken pada 13 September lalu itu, Presiden Jokowi memerintahkan pegawai negeri pusat dan daerah untuk menggunakan kendaraan berbasis baterai untuk kendaraan pribadi dan kedinasan.
“Indikasi ini tercermin dari geliat elit politik yang mulai merambah dalam bisnis pertambangan nikel (hulu) dan ekosistem kendaraan listrik (hilir),” kata Koordinator JATAM, Melky Nahar dalam keteranganya, Kamis (22/9).
JATAM menyebut nama beberapa tokoh yang diindikasi terlibat dalam bisnis tersebut. Diantaranya, Luhut Binsar Panjaitan (Menko Marves), Nadiem Makarim (Menteri Pendidikan), Sandiaga Uno (Menteri pariwisata dan Ekonomi Kreatif), Moeldoko (Kepala Kantor Staf Presiden), Bambang Soesatyo (Ketua MPR RI), dan Ahmad Ali (DPR RI, Fraksi NasDem).
Melky Nahar menyampaikan bahwa keterlibatan Luhut dan Nadiem terlihat melalui TBS Energi Utama Tbk (Toba) dan PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) yang mendirikan perusahaan patungan bernama Electrum. Electrum sendiri sudah menjalin kerja sama dengan Pertamina dan Gogoro Inc., perusahaan energi dan produsen kendaraan listrik asal Taiwan.
Sementara keterlibatan Sandiaga, lanjutnya, lewat perusahaan utamanya, PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG), telah menambahkan kepemilikan sahamnya di PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) sebesar 1,46 persen hingga akhirnya menjadi 18,34 persen.
MDKA dan Tsingshan Group Limited asal China telah mendirikan perusahaan baru bernama PT Merdeka Tsingshan Indonesia (MTI) untuk proyek AIM (Acid, Iron, Metal) yang mengolah sisa bijih mineral dari tambang tembaga wetar untuk diolah menjadi asam sulfat, pelet bijih besi, uap panas, tembaga spons, dan pirit sebagai bahan baku baterai. Saham MTI ini dimiliki MDKA sebanyak 80% dan Tsingshan sebanyak 20%.
Demikian juga dengan Moeldoko, yang sudah memulai bisnis kendaraan listriknya, setahun, sebelum diangkat menjadi kepala staf kepresidenan pada Januari 2018. Di bawah bendera PT Mobil Anak Bangsa (MAB) miliknya, Moeldoko memproduksi beragam kendaraan berbasis listrik: bus, mini van, hingga sepeda motor.
Selain itu, katanya, ada juga nama Bambang Soesatyo (Bamsoet) yang tercatat rutin mempromosikan motor listrik bernama BS Electric saat agenda resmi negara maupun partai. Motor yang diproduksi oleh PT Bhakti Satia Elektrik itu sampai masuk di laman resmi MPR RI.
Pada pertengahan 2021, terang Melky Naha, Bamsoet ditunjuk sebagai Ketua Dewan Pengawas Perkumpulan Industri Kendaraan Listrik Indonesia (Periklindo)—sebuah asosiasi yang baru dibentuk dua bulan sebelumnya. Pendiri dan ketuanya adalah Moeldoko.
Hal serupa juga dengan Ahmad Ali, anggota DPR RI dari Fraksi NasDem. Ali tercatat terafiliasi dengan PT. Graha Mining Utama, PT. Graha Agro Utama, PT. Graha Istika Utama, dan PT. PT. Tadulako Dirgantara Travel. Selain itu, Ali juga tercatat sebagai Direktur PT. Oti Eya Jaya Abadi, sebuah perusahaan tambang nikel Desa lele, Dampala dan Siumbatu. Perusahaan ini diduga sebagai salah satu pemasok ore nikel ke PT. IMIP di Bahodopi, Morowali.
“Selain kepentingan bisnis elit politik, Inpres Mobil Listrik itu juga tampak menguntungkan industri otomotif yang memproduksi kendaraan listrik. Mulai dari Hyundai asal Korea Selatan yang mendirikan pabrik di Bekasi Jawa Barat, Toyota, Mitsubishi, Suzuki, dan Wuling,” terang Melky Nahar.
Lebih lanjut Ki Bagus Hadi Kusuma selaku Kepala Kampanye JATAM menyebut, keuntungan serupa juga dinikmati produsen baterai listrik seperti Contemporary Amperex Technology Co Limited (CATL) melalui anak usahanya Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co., Ltd (CBL) yang bekerjasama dengan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dalam mengembangkan proyek baterai kendaraan listrik di Indonesia serta LG Energy Solution yang telah membangun pabrik di Kawasan Industri Terpadu (KIT) Kabupaten Batang.
“Di saat yang sama, Inpres Mobil Listrik ini berimplikasi pada penderitaan warga dan lingkungan, baik terkait skema pendanaan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan/atau sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, maupun percepatan dan perluasan ekstraksi nikel untuk menopang kebutuhan industri baterai listrik,” terangnya.
“Apalagi, jauh sebelum Inpres Mobil Listrik ini diteken, Presiden Jokowi telah lebih dulu menerbitkan Peraturan Presiden No 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan, yang mengatur pemberian insentif fiskal dan non fiskal untuk kendaraan bermotor listrik berbasis baterai,” sambung Ki Bagus Hadi Kusuma.
Selain Perpres 55/2019, terang JATAM, pemerintah juga telah mengeluarkan sejumlah insentif untuk mendorong penggunaan KBLBB (Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai), berupa PPnBM nol persen, pajak daerah maksimum 10%, uang muka minimum nol persen, dan tingkat bunga yang rendah. Sementara untuk industri manufaktur diberikan tax holiday, tax allowance, dan super tax deduction untuk riset dan pengembangan.
“Dengan demikian, Inpres Mobil Listrik ini adalah rentetan kado istimewa dari Presiden Jokowi untuk oligarki, dimana sebagian penerima manfaatnya ada di lingkaran istana negara,” pungkas Ki Bagus Hadi Kusuma.