Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Jaringan GUSDURian Kecam Keputusan Pemkab Sintang Kalbar Tutup Masjid Ahmadiyah

Jaringan GUSDURian Kecam Keputusan Pemkab Sintang Kalbar Tutup Masjid Ahmadiyah



Berita Baru, Jakarta – Jaringan GUSDURian mengecam penutupan paksa tempat ibadah jemaat Ahmadiyah di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat oleh Pemerintah Kabupaten Sintang melalui surat Nomor 300/263/Kesbangpol.C pada 27 Agustus 2021.

Koordinator Jaringan GUSDURian menegaskan, harusnya Pemerintah Kabupaten Sintang memfasilitasi Jamaah Ahmadiyah agar bisa tetap bisa beribadah, termasuk melindunginya dari tindakan melanggar hukum dari pihak luar, sesuai perintah Konstitusi Republik Indonesia.

“Mengecam tindakan sewenang-wenang Pemerintah Kabupaten Sintang yang menutup paksa tempat ibadah,” kata Alissa Wahid dalam keterangan tertulis, melalui akun Instagram @jaringangusdurian Kamis (2/9).

Kedua, GUSDURian juga menuntut agar Pemerintah Sintang untuk memfasilitasi perlindungan bagi warga Ahmadiyah agar bisa jalankan ibadah dengan aman dan nyaman.

SKB 2 Menteri, menurut Alissa, tidak boleh menjadi alasan pelarangan ibadah. Pemkab Sintang semestinya memfasilitasi dan melindungi jemaat Ahmadiyah dari potensi tindakan inkonstitusional pihak lain.

Oleh sebab itu, Jaringan GUSDURian meminta Presiden Joko Widodo mencabut SKB 2 Menteri tersebut lantaran telah menyebabkan banyaknya rumah ibadah yang dipaksa tutup.

“Presiden Joko Widodo juga harus mencabut SKB 3 Menteri No. 3 Tahun 2008 tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota, dan/atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan warga masyarakat yang rawan disalahgunakan untuk melakukan tindakan inkonstitusional terhadap penganut Ahmadiyah,” tukas Alissa Wahid.

Alissa juga meminta tokoh agama untuk mengedukasi umatnya menjaga semangat keberagaman sebagai sunnatullah.

“Kebijakan pemerintah Indonesia yang telah mendorong berbagai langkah moderasi beragama guna menciptakan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih humoris perlu didukung oleh semua pihak, terutama para tokoh agama,” imbuhnya.

Selian itu, Jaringan GUSDURian juga mengajak semua masyarakat menjaga kehidupan yang bermartabat, adil, humoris, serta tidak menjadikan perbedaan sebagai alasan untuk membenci atau bahkan menyakiti satu sama lain.

“Mengajak seluruh keluarga Jaringan GUSDURIan untuk terus merawat semangat kebinekaan dengan melakukan advokasi dan perlawanan terhadap semua bentuk diskriminasi dengan mengusung semangat Gus Dur bahwa perdamaian tanpa keadilan adalah ilusi,” tukasnya.

Seperti diketahui, pada 27 Agustus yang lalu Bupati Siantang mengeluarkan surat kepada Penganut, Anggota dan/atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) untuk menghentikan secara tetap aktivitas operasional dalam bentuk apa pun di tempat Ibadah JAI di Desa Balai Harapan, Kec. Tempunak Sintang.

Surat Keputusan Bupati tersebut didasarkan pada aspek perizinan yang tertuang dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 dan Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah.

Pertimbangan lain siaran pers Bupati Sintang adalah potensi ancaman keamanan. Dalam surat tersebut Pemkab Sintang juga menyatakan menjamin kebebasan JAI untuk beribadat sepanjang mengakui beragama islam, dan sesuai ketentuan Keputusan Menag, Jaksa Agung dan Mendagri Nomor 3 Tahun 2008.

Pada 29 April 2021 juga terbit Keputusan Bersama Bupati Sintang, Kepala Kejaksaan Negeri Sintang, Kapolres Sintang, Kodim 1205 Sintang, dan Kepala Kemenag Sintang, salah satunya memberi peringatan dan perintah kepada JAI untuk menghentikan penyebaran penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokok ajaran Islam.

“Keputusan Pemkab Sintang tersebut secara telah menciderai salah satu hak sipil warga yaitu hak untuk beridah sesuai dengan kepercayaannya. Tindakan tersebut juga sangat bertentangan dengan konstitusi dan merupakan bentuk diskriminasi yang menodai asas keadilan,” tegas Alissa.