Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Israel Liberal

Israel dan Penurunan Tatanan Liberal



Munculnya nasionalisme di seluruh dunia mungkin tercermin dalam hasil pemilihan Israel pada Selasa.” – Robert Kagan

Dalam pertumbuhan pertentangan antara tatanan liberal dunia dan kaum nasionalisnya yang anti-liberal beserta lawan-lawan otoritarian, sisi mana yang akan ditempuh Israel? Pertanyaan ini mungkin menjadi tidak masuk akal dalam beberapa dekade yang lalu, ketika orang Israel tetap menentukan dirinya sebagai anggota pendukung dunia liberal. Tapi dalam beberapa tahun terakhir, kebijakan luar negeri Israel cenderung masuk dalam arah anti-liberal.

Sejak pertengahan tahun 2015, pemerintah Israel terang-terangan mengikuti perdana menteri “illiberal” Hungaria, Victor Orban; bekerja untuk menjalin hubungan dekat dengan pemimpin partai hukum dan keadilan Polandia, meski hanya terbatas pada kebebasan sipil dan aturan yang melarang diskusi publik tentang peran Polandia dalam Holocaust; didukung oleh pemimpin nasionalis sayap kanan Brazil, Jan Bolsonaro; menyiapkan kunjungan kenegaraan untuk Presiden Filipina Rodrigo Duterte, yang mengaitkan dirinnya dengan Adolf Hitler; konsisten bekerja untuk merayu Presiden Russia Vladimir Putin; menawarkan suatu kontrak berjangka 25 tahun kepada perusahaan negara China untuk mengelola pelabuhan Haifa, yang selalu menjadi pangkalan armada perang ke-6 Amerika; dan memberikan dukungan kuat untuk kediktatoran militer di Mesir. Termasuk melobi kongres Amerika untuk kepentingannya sendiri, juga mendukung pemerintahan otoriter keluarga kerajaan Uni Emirat Arab dan Arab Saudi. (Perdana menteri Israel Benjamin Netanyahu, secara khusus, membela putra mahkota Saudi Mohammed bin Salman yang pada Oktober 2018 terlibat pembunuhan Jamal Khashoggi, seorang jurnalis Saudi dan kolumnis surat kabar.

Netanyahu, menghadapi suatu kesulitan untuk terpilih kembali pada Selasa, menekankan bahwa ia adalah satu-satunya yang memimpin Israel keluar dari isolasi internasional, tapi ketentuan bersama diantara semua partner baru mereka menyatakan permusuhan terhadap liberalism dan tatanan dunia liberal, dan perdana menteri sendiri menjadi sesuatu “sosok sentral dalam kampanye non-liberal dunia,” sebagaimana para komentator Israel kemukakan. Yoram Hazony, seorang pemikir konservatif Israel dan sesekali membantu Netanyahu, terus terang menyatakan solidaritas Israel dengan mereka yang ia sebut “pertahanan melawan liberalism universal” di Hungaria, Polandia, Prancis, Italia, Inggris dan di tempat lain. Semua menghadapi perjuangan melawan apa yang disebut pemimpin Amerika “liberal empire.

Mungkin ketika sedikit yang akan melakukan lebih jauh, terdapat kesepakatan luas diantara kaum konservatif Israel bahwa pusat-pusat institusi tatanan dunia liberal diciptakan sejak akhir perang dunia II – Uni Eropa dan PBB, dan mungkin juga persekutuan transatlantik NATO – adalah musuh Israel dan harus dibongkar pondasinya. Uni Eropa, dianggap oleh banyak pihak di kedua sisi atlantik sebagai suatu pencapaian terbesar era pasca perang dingin, tapi “belum menjadi berkah untuk negeri ini,” Michael Oren, mantan duta besar Israel untuk Amerika, berpendapat. “Semakin sedikit Eropa bersatu, semakin baik.” Munculnya kekuatan nasionalis di Eropa menyediakan Israel sekutu baru dalam perjuangannya dengan Eropa liberal. “Perubahan besar sedang terjadi di Eropa”, salah satu diplomat senior Israel berkata pada Haaretz (salah satu kantor berita di Israel*) setahun yang lalu. “Ini akan menjadi kurang liberal dan lebih nasionalis.” Orban Hungaria sedang “memimpin perubahan ini,” dan karena itu “Netanyahu telah mengidentifikasi dia sebagai sekutu penting”.

Sebagai penanda adalah pemilihan Donald Trump menjadi president hampir tiga tahun yang lalu. Trump dan pemerintahannya juga telah menyandarkan dukungan kepada nasionalis dan pemimpin otoriter di seluruh Eropa dan di tempat lain. Para pejabat Trump dengan terbuka menyerang Eropa dan menunjukkan ekspresi merendahkan untuk pemimpin tradisional Eropa yang masuk dalam partai tengah-kanan dan tengah-kiri. Sebutan Trump mengenai pendekatan Amerika First kepada dunia merupakan penolakan Amerika terhadap apa yang telah lama mereka dukung yaitu tatanan dunia liberal, dan hal itu memberikan Israel banyak peluang untuk menjalin aliansi dengan nasionalis sayap kanan. Dalam beberapa bulan setelah Trump terpilih, Pejabat Israel bekerja dengan broker, suatu kesepahaman antara pemerintah yang masuk dan Orban, yang telah diasingkan oleh pemerintahan Obama. Pejabat Israel juga mencoba menjadi broker suatu permulaan baru atas hubungan antara Amerika dan Putin, menawarkan suatu kesepakatan bahwa akan dijatuhkan sanksi Amerika melawan Russia melalui tindakan di Ukraina dalam mengembalikan konsesi Russia atas kekhawatiran Israel tentang pengaruh Iran di Syria. Beberapa kaum konservatif Israel telah mendorong Amerika untuk mengurangi atau mengesampingkan aliansi transatlantik. “Amerika membayar tunggakan pertahanan Eropa dan melindungi dari Uni Soviet selama lima dekade,” kolumnis surat kabar Yerusalem Caroline Glick menulis untuk Britbart, “sementara memungkinkan Eropa untuk mengambil keuntungan dari Amerika dalam transaksi perdagangan miring.” Tidak ada pertanyaan tentang perasaan Israel, sebagaimana mantan diplomat Israel Avin Gil catat, bahwa tatanan dunia liberal pada dirinya sendiri telah menjadi berkah yang beragam bagi Israel, dan pemecahan atas tatanan tersebut ketika merusak Israel dalam berbagai cara, juga menawarkan “peluang-peluang baru.”

Pemilihan Israel minggu ini kemungkinan tidak akan bersendi pada pertanyaan kebijakan luar negeri Israel lagi sebagaimana terjadi dalam pemilihan di Amerika. Tapi Netanyahu telah membuat diplomasinya suatu tema kampanye besar. Protes massif yang menunjukkan dirinya berjabatan tangan dengan Putin dan, sebetulnya juga, dengan Trump. Perjalanan cepat untuk bertemu dengan Perdana Menteri Inggris yang sekarang Boris Johnson adalah usaha puncaknya untuk membawa nasionalis Inggris di sisinya dalam pertarungan atas Brexit, dijadwalkan bertemu dengan Putin, langsung mengaitkan hubungan dekat Netanyahu dengan orang seperti Orban dan Bolsonaro, juga dengan Nerenda Modi, pemimpin nasionalis Hindu India –semua tujuan untuk menunjukkan bahwa Netanyahu adalah seorang pemimpin besar dunia, tapi mereka juga menganggap sebagian dari pemilih Israel tidak memiliki masalah dengan fakta bahwa hubungan-hubungan ini semuanya anti-liberal, nasionalis sayap-kanan. Kemenangan Netanyahu dapat memperkuat tren yang relatif baru dalam strategi Israel.

Jika begitu, maka akan sempurna suatu perubahan haluan yang luar biasa. Untuk sebagian besar kehadiran mereka, Orang Israel telah berjuang untuk melekatkan bangsa mereka kuat di dalam ekonomi, politik dan aturan strategis liberal – meyakini hal tersebut merupakan nilai bersama lebih daripada apapun yang lain yang akan membantu melindungi Israel melawan musuh-musuhnya. Fakta bahwa banyak orang Israel, termasuk para pemimpin negeri, tampak meninggalkan pendekatan lama itu dengan mengatakan sesuatu tentang kondisi politik dan sosial dari negara Israel sekarang. Disamping itu juga mengatakan hal lain tentang negara di dunia. Peralihan Israel dari tatanan liberal adalah suatu kasus dari apa yang terjadi pada negara kecil ketika arah angin dunia berubah. Bahkan satu dekade yang lalu, tidak akan ada pemimpin nasionalis sayap kanan yang merapat ke Eropa, dan tidak ada presiden Amerika ataupun partai pekerja yang membongkar tatanan dunia yang dibuat Amerika Serikat setelah Perang Dunia II. Tujuan baru Israel adalah hasil peralihan dalam perpolitikan dan dinamika masyarakat Israel, dan hal itu juga suatu sebab yang dipilih oleh Netanyahu, mengejar visinya tentang kepentingannya sendiri maupun kepentingan bangsanya. Tetapi hal itu juga merupakan gejala dari kemunduran tatanan dunia liberal.

Penulis : Robert Kagan 
Sumber : washingtonpost.com