Iran Perintahkan AS Membayar Kompensasi Untuk Keluarga Ilmuwan Nuklir yang Terbunuh
Berita Baru, Teheran – Sebuah pengadilan di Iran memerintahkan pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk membayar lebih dari Rp59 triliun ($ 4 miliar, $1=14.859) kepada keluarga ilmuwan nuklir Iran yang telah tewas dalam serangan yang ditargetkan dalam beberapa tahun terakhir, media yang dikelola pemerintah melaporkan, pada Kamis (23/6).
Dewan Tinggi Hak Asasi Manusia Iran, yang merupakan bagian dari departemen kehakiman urusan internasional, mengatakan pada hari Kamis bahwa putusan itu dikeluarkan oleh Cabang 55 Pengadilan Hukum Teheran atas pelanggaran AS terhadap kewajiban internasional melalui dukungan dan bantuannya untuk Israel dalam melakukan “Tindakan teroris terhadap ilmuwan nuklir.”
Kantor Berita Negara Iran, IRNA, mengatakan gugatan itu diajukan oleh “keluarga para martir” atas kerusakan fisik, psikologis dan finansial yang mereka alami akibat pembunuhan tersebut.
Gugatan itu bermula saat keluarga tiga ilmuwan nuklir yang tewas dalam pembunuhan yang ditargetkan, bersama dengan satu ilmuwan nuklir terluka dalam serangan, mengajukan gugatan di pengadilan Teheran.
Menurut putusan pengadilan, pengadilan memerintahkan agar AS membayar total kompensasi sebesar $4,3 miliar, termasuk denda.
Keputusan yang sebagian besar simbolis itu menggarisbawahi ketegangan yang meningkat antara Iran dan Barat atas program nuklir Iran yang menegangkan, serta negosiasi untuk memulihkan perjanjian nuklir itu terhenti.
Awalnya, Iran menyalahkan Israel lah yang bertanggung jawab atas pembunuhan yang menargetkan ilmuwan nuklir Iran sejak satu dekade lalu. Namun Iran tidak secara langsung menuduh musuh bebuyutannya Israel dalam pengumumannya.
Tampaknya Iran masih konsisten dengan tidak mengakui negara Israel.
Pengadilan menyebut Israel hanya dengan mengatakan AS mendukung “rezim Zionis” dalam “kejahatan terorganisir” terhadap para korban.
Namun, tidak jelas bagaimana keputusan pengadilan itu dilakukan mengingat beberapa serangkaian kasus dan penuntutan Iran sebelumnya terhadap AS juga sedang bersitegang, di mana kedua belah pihak terlibat dalam eskalasi ancaman yang meningkat. Tidak ada aset Amerika untuk disita di Iran.
Cabang pengadilan yang bertugas untuk meninjau keluhan Iran terhadap AS, memanggil 37 mantan pejabat Amerika, termasuk mantan Presiden Barack Obama dan Donald Trump, serta mantan Menteri Luar Negeri Mike Pompeo, mantan utusan Iran Brian Hook dan mantan Menteri Pertahanan Ashton Carter.
Mantan Presiden AS Donald Trump menarik diri dari kesepakatan nuklir pada 2018 dan memberlakukan sanksi ekonomi yang keras terhadap Iran yang memutus sebagian besar pendapatan minyak dan transaksi keuangan internasionalnya.
Sementara Presiden Joe Biden ingin kembali ke kesepakatan itu, tetapi pembicaraan terhenti dalam beberapa pekan terakhir mengenai penunjukan AS terhadap Pengawal Revolusi Paramiliter Iran (pasukan militer Iran) sebagai organisasi teroris.
Sementara itu, Iran diketahui telah memperkaya uranium lebih dekat dari sebelumnya ke tingkat senjata di bawah pengawasan internasional.
Awal bulan ini, Iran melepaskan 27 kamera pengintai dari Badan Energi Atom Internasional PBB dalam apa yang direkturnya peringatkan dapat memberikan “pukulan fatal” pada perjanjian nuklir.