Intelejen AS: Rusia Diam-diam Membantu Pasokan Senjata Taliban
Berita Baru, Internasional – Para pejabat intelijen Amerika serikat (AS) curiga bahwa Rusia telah diam-diam membantu Taliban selama bertahun-tahun, lapor The New York Times.
Surat kabar itu mengutip perkataan pejabat Afghanistan yang tidak disebutkan namanya, bahwa beberapa tahun yang lalu mereka telah mengungkap skema Iran “berumur pendek” untuk memasok senjata kepada pejuang Taliban melalui Tajikistan, bekas republik Soviet dengan perbatasan sepanjang 1.350 kilometer dengan Afghanistan.
Sumber-sumber Afghanistan juga mengklaim bahwa Rusia telah menggunakan impor bahan bakarnya untuk pasukan NATO dan Afghanistan untuk memastikan pengaruh dan menjaga aset intelijen tetap setia.
Seperti dilansir dari Sputnik News, Selasa (14/7), salah seorang mantan pejabat Afghanistan menyatakan bahwa Rusia telah memasok bahan bakar ekstra dengan konvoi kapal tanker minyak Afghanistan untuk sirkulasi negara itu, alih-alih transfer tunai langsung.
Menurut The Times, para pejabat intelijen Amerika percaya bahwa Moskow telah memulai dukungannya kepada militan Afghanistan sejak 2012, ketika ketidakstabilan yang berlarut-larut terjadi di Afghanistan dan lambatnya penarikan AS.
Pensiunan Jenderal John W. Nicholson mengatakan pada sebuah pengarahan di Komite Urusan Luar Negeri DPR Kamis lalu, dugaannya adalah bantuan Rusia datang dalam jumlah yang tidak banyak dan dirancang untuk mempermalukan pasukan AS.
“Misalnya, Taliban menginginkan rudal darat-ke-udara, Rusia tidak memberikannya kepada mereka. Jadi saya selalu menyimpulkan bahwa dukungan mereka kepada Taliban telah dikalibrasi dalam beberapa hal,” kata sang jenderal, yang memimpin koalisi pimpinan AS di Afghanistan dari 2016 hingga 2018.
Kisah lama yang sama
Pada April 2017, Nicholson telah mengklaim adanya kecurigaan serupa, tetapi hal itu tidak berdasar. Saat ditanya mengenai laporan bahwa Rusia memberikan bantuan, termasuk dalam bentuk transfer senjata kepada Taliban, dia menjawab: “Oh tidak, saya tidak membantah itu.”
Namun, Vincent Stewart, yang saat itu menjabat sebagai direktur Badan Intelijen Pertahanan AS, mengatakan tidak adanya bukti fisik yang nyata, bahwa Rusia telah menawarkan dukungan kepada militan Taliban, termasuk dengan senjata atau uang.
Dua bulan setelah Nicholson mengumumkan tentang dugaan bantuan senjata Rusia, CNN menerbitkan laporan bahwa pemerintah Rusia telah memasok persenjataan terbaik kepada Taliban melalui Tajikistan. Kabar itu dengan cepat dilemparkan oleh jurnalis militer.
Sekretaris Negara, Mike Pompeo, juga mengklaim bahwa Rusia telah memasok senjata kecil ke Afghanistan selama sepuluh tahun, dan bahwa ia telah banyak menyinggung hal itu selama kontaknya dengan rekan-rekan Rusia.
Sementara itu, juru bicara kementerian luar negeri Rusia, Maria Zakharova, menyatakan bahwa Rusia selalu menjual senjata hanya kepada pemerintah yang didukung AS di Kabul dan bukan ke Taliban. Dia juga menyatakan bahwa transfer senjata yang dituduhkan tidak pernah disinggung selama pertemuan dengan Pompeo.
Kata The New York Times
Bulan lalu, Surat kabar The New York Times, melaporkan mengenai asumsi intelijen AS bahwa Rusia telah menawarkan hadiah kepada Taliban karena telah membunuh pasukan Amerika dan pasukan koalisi pada saat pembicaraan damai antara militan dan pemerintahan Trump tahun lalu. Laporan itu juga menyebut bahwa Presiden AS, Donald Trump, telah menerima briefing tertulis tentang intelijen tetapi tidak mengambil tindakan.
Banyak anggota pemerintahan AS, termasuk Trump sendiri, membantah bahwa ia telah diberi pengarahan. Rusia, Taliban dan Pentagon telah membantah laporan itu. Dewan Intelijen Nasional juga menyimpulkan bahwa pemerintah tidak memiliki bukti langsung soal kabar pemberian hadiah Rusia-Taliban.
Seperti yang diakui New York Times, AS dan Rusia telah bekerja sama di Afghanistan, tetapi Moskow semakin kritis terhadap ketidakstabilan di dekat perbatasannya akibat dari perang pimpinan AS di sana. Rusia datang untuk merangkul Taliban sebagai entitas yang tidak boleh ditinggalkan dalam proses perdamaian, dan telah bertindak sebagai mediator antara militan dan Kabul mulai 2017.
Pada bulan September 2019, saat pembicaraan damai berbulan-bulan antara AS dan Taliban runtuh, Rusia mendorong para pemimpin kelompok di Moskow untuk melanjutkan negosiasi dengan Trump.