Inovasi Penanganan COVID-19 Terhambat, Ratna Juwita: Perbaiki Protokol yang Membuat Rakyat Menderita
Berita Baru, Jakarta – Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) menggelar Rapat Kerja (Raker) dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Menteri Riset dan Teknologi/Kepala BRIN, Kepala BPPT, Kepala LAPAN, dan Direktur LBM Eijkman, Selasa (14/4).
Agenda yang dibahas dalam rapat tersebut terkait kesiapsiagaan dan langkah strategis dukungan riset dan inovasi dalam menghadapi Covid-19.
Menristek/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro menyampaikan bahwa saat ini telah terbentuk Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19 yang ditargetkan dapat menghasilkan alat deteksi, obat, dan vaksin virus corona. Konsorsium tersebut terdiri dari LBM Eijkman, BPPT, LIPI, BTNN, LPAN, Balitbang Kemenkes, Diaspora, BPOM, PT Biofarma, PT LEN, PT Indofarma, RSPTN, RS Syaeful Anwar, RS Wisma Atlet, dan 19 perguruan tinggi di Indonesia.
Sejauh ini konsorsium telah berhasil mengembangkan alat tes COVID-19 berbasis PCR dan Non-PCR, juga ventilator, mobile laboratory, powered air purifying respirator, serta obat dan beberapa suplemen. Akan tetapi, pengembangan secara masal masih terkendala sertifikasi dan perijinan dari Kementerian Kesehatan.
Menanggapi hal itu, anggota Komisi VII Ratna Juwita Sari saat menyampaikan pendapatnya melalui video conference mengatakan bahwa pelaksanaan kegiatan penanggulangan Covid-19 yang seharusnya dapat berjalan cepat, faktanya banyak yang terlambat karena terhalang oleh protokol-protokol yang menghambat.
“Menurut saya hal itu yang membuat kita harus menunggu dan menunggu hinggal hal itu tidak selesai-selesai,” tukasnya.
Ratna meminta agar Menristek/Kepala BRIN dapat mendesak siapapun yang mempunyai wewenang tertinggi dalam penanganan Covid-19 ini agar tidak membuat alasan protokol maupun SOP yang dapat membuat masyarakat menderita.
“Supaya jangan menggunakan alasan protokol, SOP, atau apapun yang dapat membuat rakyat menderita,” ujarnya.
Desakan yang disampaikan Ratna tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa saat ini masyarakat Indonesia butuh mendapatkan tindakan cepat dari pemerintah mulai dari tes cepat dan pengobatan, agar selamat dari wabah COVID-19.
Keterlambatan produksi berbagai inovasi penanganan COVID-19 yang dihasilkan Konsorsium Riset dibawah Kemristek/BRIN tersebut, lebih banyak disebabkan birokratisasi sertifikasi perijinan dari lembaga negara yang lain, padahal rakyat sudah sangat membutuhkan.
“SOP dan protokol-protokol itulah yang menghambat kerja-kerja inovatif, apalagi di saat pandemi seperti ini. Harus segera diperbaiki agar masyarakat tidak semakin menderita”. Pungkasnya. [*]