Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Selat Hormuz
Rute perdagangan minyak dunia yang melalui Selat Hormuz (BBC)

Inilah Alasan Selat Hormuz Menjadi chokepoint Jalur Perdagangan Minyak Dunia



Beritabaru.co, Internasional. – Selat Hormuz adalah salah satu pintu utama bagi industri minyak dunia. Lebih  dari seperlima pasokan minyak global mengalir melalui jalur perlautan sempit ini. 

Dimana selat tersebut digunakan oleh negara-negara Teluk seperti Iran, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.

Selat Hormus sebagai chokepoint menjadi jalur air yang secara strategis menghubungkan produsen minyak mentah di Timur Tengah dengan pasar utama di seluruh dunia.

Dilansir dari CNBC, Jum’at (12/07/2019), menurut  Administrasi Informasi Energi AS (EIA). Pada tahun 2018, aliran minyak harian di selat tersebut rata-rata mencapai 21 juta barel per hari. Itu setara dengan sekitar 21% dari konsumsi cairan minyak bumi global.

Dalam kajian Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) oleh EIA, chokepoint didefinisikan sebagai saluran sempit di sepanjang rute laut global yang banyak digunakan dan sangat penting untuk sarana keamanan energi.

Oleh karena itu, ketidakmampuan minyak untuk transit di chokepoint dapat menyebabkan keterlambatan pasokan skala besar dan biaya pengiriman yang lebih tinggi. Sehingga mengakibatkan kenaikan harga minyak dunia.

Sebagian besar chokepoint dapat dihindari dengan menggunakan saluran pengiriman lain, meskipun tidak begitu praktis sebagai alternatif jalur pengiriman.

Pengiriman melalui chokepoit, terdapat sekitar sepertiga dari total minyak yang diperdagangkan di laut. Lebih dari seperempat perdagangan dan transit gas alam cair global (LNG).

EIA merilis sebagaian besar minyak yang melalui selat Hormuz menuju pasar di Asia, jumlahnya mencapai 76% dari minyak mentah dan kondensat. China, India, Jepang, Korea Selatan, dan Singapura adalah tujuan terbesar untuk minyak mentah yang bergerak melalui selat ini.

Mereka  menyumbang 65% dari semua aliran minyak mentah dan kondensat Hormuz tahun lalu (2018), kata EIA.

Penulis : Nafisa Fiana
Sumber : cnbc