Ini Perbedaan antara Rais Aam dan Ketua Umum PBNU
Berita Baru, Jakarta – Seiring dipenuhinya media sosial dengan ucapan selamat atas terpilihnya KH. Miftachul Akhyar sebagai Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan KH. Yahya Cholil Tsaquf sebagai Ketua Umum PBNU dalam Muktamar NU ke-34 di Lampung, sebagian orang bingung membedakan kedua jabatan tersebut.
Secara leksikal, keduanya memang sama, yaitu bermakna ketua umum. Namun, jika dilihat dari konteks di Nahdlatul Ulama (NU) keduanya berbeda.
Rais Aam adalah kepanjangan dari Rais Aam Syuriyyah atau Ketua Umum untuk Dewan Syura atau Syuriyyah. Dewan ini menempati posisi tertinggi dalam struktur organisasi NU.
Mengutip nu.or.id, Rais Aam memiliki wewenang atas pelaksanaan kebijakan umum organisasi, menentukan keputusan-keputusan strategis, dan sebagainya.
Dalam sejarahnya, istilah yang digunakan untuk menyebut jabatan tersebut pernah menggunakan Rais Akbar. Namun, istilah ini hanya berlaku ketika yang menjabat KH. Hasyim Asyari, pendiri NU, dan selepasnya tidak pernah digunakan lagi.
Selanjutnya, Ketua Umum adalah kependekan dari Rais Aam Tanfidziyah. Jika yang tadi Dewan Syura, maka yang ini Dewan Tanfiziyah.
Dewan Tanfiziyah memiliki tugas untuk melaksanakan serta memimpin jalannya organisasi sesuai kebijakan yang sudah ditentukan Dewan Syura. Sebab itu, Dewan Tanfiziyah populer dengan sebutan dewan pelaksana.
Terkait struktural, keduanya tidak berbeda jauh kecuali aspek kebahasaan. Dewan Syura dipimpin oleh seorang Rais Aam Syuriyyah dan dibantu oleh Wakil Rais Aam, Katib Aam, beberapa wakil Katib, dan A’wan.
Adapun Dewan Tanfiziyah terdiri dari Ketua Umum, beberapa ketua pembantu, Sekretaris Jenderal (Sekjen), beberapa wakil Sekjen, Bendaharan, dan beberapa wakil bendahara.
Perlu diketahui, pada masa awal, Dewan Syura lebih dikenal khalayak dibanding Dewan Tanfiziyah, tetapi hari ini menunjukkan tren yang berbeda.