Ini Inovasi Sensor Berbahan Kertas untuk Deteksi Cepat Covid-19
Berita Baru , Amerika Serikat – Ilmuwan berhasil mengembangkan tes ultrasensitif menggunakan sensor elektrokimia untuk mendeteksi virus. Keunggulannya dibanding sensor yang sudah ada adalah bahannya yang menggunakan kertas dan hasil yang bisa didapat singkat hanya dalam lima menit.
Dilansir dari Eurekalert , “Saat ini, kami mengalami peristiwa yang mengubah hidup manusia dalam abad ini (virus Covid-19),” ujar salah seorang peneliti yang merupakan kandidat Ph.D, Maha Alafeef, Pada Jumat (25/12)
” Kami merespons kebutuhan global ini dari pendekatan holistik dengan mengembangkan alat multidisiplin untuk deteksi dini dan diagnosis serta pengobatan untuk Covid-19,” tambah Alafeef lebih lanjut.
Penelitian yang dipimpin oleh profesor Dipanjan Pan ini diterbitkan di jurnal ACS Nano.
Di pasaran saat ini ada dua kategori utama tes Covid-19. Kategori pertama menggunakan reverse transcriptase real-time polymerase chain reaction (RT-PCR) dan uji strategi hibridisasi asam nukleat untuk mengidentifikasi RNA virus.
Tes diagnostik yang disetujui Food and Drug Administration (FDA) di Amerika Serikat saat ini menggunakan dua teknik tersebut. Namun, kekurangan dari tes ini adalah jumlah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pengujian, kebutuhan akan personel khusus, dan ketersediaan peralatan dan reagen.
Sementara tes kedua hanya berfokus pada deteksi antibodi. Namun, mungkin ada jeda beberapa hari hingga beberapa pekan setelah seseorang terpapar virus agar mereka dapat menghasilkan antibodi yang dapat dideteksi oleh sensor tersebut.
Para peneliti telah berhasil membuat point-of-care biosensor dalam beberapa tahun terakhir menggunakan nanomaterial 2D seperti material graphene untuk mendeteksi penyakit. Keuntungan utama dari biosensor berbasis graphene adalah sensitivitasnya, biaya produksi rendah, serta perputaran deteksi cepat.
” Penemuan graphene membuka era baru pengembangan sensor karena karakteristiknya. Graphene menunjukkan sifat mekanis dan elektrokimia unik yang membuatnya ideal untuk pengembangan sensor elektrokimia sensitif,” kata Alafeef.
Tim peneliti ini menciptakan biosensor elektrokimia berbasis graphene dengan pengaturan pembacaan listrik untuk mendeteksi keberadaan materi genetik SARS-CoV-2 secara selektif.
Ada dua komponen pada biosensor ini : platform untuk mengukur pembacaan listrik dan alat probe untuk mendeteksi keberadaan RNA virus.
Untuk membuat platform, pertama-tama peneliti melapisi kertas saring dengan lapisan nanoplatelet graphene untuk membuat film konduktif.
Kemudian, para peneliti menempatkan elektroda emas dengan rancangan yang telah ditentukan di atas graphene sebagai bantalan kontak untuk pembacaan listrik. Baik emas maupun graphene memiliki sensitivitas dan konduktivitas tinggi yang membuat platform ini sangat sensitif untuk mendeteksi perubahan sinyal listrik.
Saat ini tes Covid-19 berbasis RNA menyaring keberadaan gen N (nukleokapsid fosfoprotein) pada virus SARS-CoV-2. Dalam penelitian ini, tim merancang probe antisense oligonucleotide (ASOs) untuk menargetkan dua wilayah gen-N.
Langkah ini dilakukan untuk memastikan keandalan sensor, jika satu wilayah mengalami mutasi gen. Nanopartikel emas (AuNP) selanjutnya dilapisi dengan asam nukleat untai tunggal (ssDNA) ini, yang mewakili probe penginderaan ultrasensitif untuk virus SARS-CoV-2 RNA.
Disini tim peneliti juga menguji kinerja sensor ini dengan menggunakan sampel positif dan negatif Covid-19. Sensor tersebut menunjukkan peningkatan signifikan dalam tegangan sampel positif dibandingkan dengan sampel negatif. Selain itu, sensor ini juga memastikan adanya materi genetik virus dalam waktu kurang dari lima menit.
Platform ini dapat diterapkan secara luas karena mudah dibawa dan biayanya rendah. Sensor tersebut, dapat terintegrasi dengan mikrokontroler dan layar LED atau dengan smartphone melalui Bluetooth atau WiFi, dapat digunakan di tempat perawatan, di kantor dokter atau bahkan di rumah pasien.
Selain Covid-19, tim peneliti juga memperkirakan sistem baru ini dapat beradaptasi untuk mendeteksi berbagai penyakit kedepannya.
“Potensi bioteknologi yang tidak terbatas selalu menarik minat saya dengan aplikasi terjemahan yang inovatif. Saya senang melihat proyek penelitian saya berdampak pada pemecahan masalah dunia nyata,” tambah Alafeef.