INFID Soroti Dispensasi Kawin yang Hambat Upaya Penghapusan Perkawinan Anak
Berita Baru, Jakarta – Penelitian International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) bersama Aliansi Perguruan Tinggi Responsif Gender (PTRG) menyoroti tantangan implementasi Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 5 Tahun 2019 terkait dispensasi kawin. Studi yang dilakukan di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, dan Lampung Tengah, Lampung, mengungkap bahwa putusan dispensasi kawin kerap bertentangan dengan prinsip kepentingan terbaik anak.
Dispensasi kawin, mekanisme hukum untuk memberikan izin menikah bagi anak di bawah 19 tahun, menjadi fenomena yang menghambat upaya penghapusan perkawinan usia anak. “Kurangnya pemahaman dan sosialisasi Perma No. 5 Tahun 2019 kepada pihak terkait berdampak pada inkonsistensi putusan hakim dalam pengadilan,” ujar INFID dalam laporan kajiannya.
Penelitian ini menganalisis 92 putusan di dua Pengadilan Agama antara 2021-2023, yang menunjukkan beberapa alasan mendesak dalam pengajuan dispensasi kawin. Alasan dominan meliputi kehamilan tidak diinginkan, kekhawatiran orang tua terhadap zina, dan budaya lokal.
INFID mencatat, dari 572 pengajuan dispensasi kawin di Indramayu pada 2022, 564 permohonan dikabulkan, dengan sebagian besar faktor latar belakang adalah kehamilan pranikah dan rendahnya tingkat pendidikan calon pengantin. Situasi serupa terjadi di Lampung Tengah, yang mengalami peningkatan jumlah pengajuan selama tiga tahun terakhir.
“Hakim sering kali memaknai kepentingan terbaik anak secara berbeda. Ada yang mempertimbangkan masa depan calon pengantin perempuan, tetapi ada juga yang lebih fokus pada bayi yang akan lahir,” ungkap INFID.
INFID menawarkan sejumlah rekomendasi untuk memperkuat implementasi Perma No. 5 Tahun 2019, antara lain:
- Mahkamah Agung perlu menerbitkan Surat Edaran untuk menstandardisasi penilaian alasan mendesak dan makna kepentingan terbaik anak.
- Pemerintah desa diharapkan mengalokasikan dana untuk membentuk komunitas anak sebagai langkah preventif.
- Hakim perlu dibekali pelatihan khusus tentang perspektif hak anak dan gender.
Penelitian ini menegaskan bahwa pencegahan perkawinan anak memerlukan sinergi antara pemerintah, lembaga peradilan, dan masyarakat. “Upaya pencegahan akan efektif jika ada kolaborasi antarpihak, serta peningkatan kesadaran hukum dan pendidikan bagi keluarga,” demikian disampaikan dalam laporan INFID.
Penelitian ini memberikan gambaran mendalam terkait kompleksitas dispensasi kawin dan perlunya pendekatan berbasis kepentingan terbaik anak untuk melindungi masa depan mereka.