Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

IDI Ancam Lakukan Protes Lebih Besar jika RUU Kesehatan Disahkan
Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Slamet Budiarto. (Foto: Istimewa)

IDI Ancam Lakukan Protes Lebih Besar jika RUU Kesehatan Disahkan



Berita Baru, Jakarta – Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law tengah dibahas oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI karena menjadi bagian dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023.

Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Slamet Budiarto menegaskan bahwa pihaknya akan melakukan protes lebih besar jika DPR mengesahkan UU Kesehatan Omnibus Law tersebut.

“Kami akan melakukan aksi penolakan yang mungkin lebih masif dengan organisasi profesi kesehatan lain, dan organisasi kemasyarakatan,” kata Slamet dalam konferensi pers di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (16/1). 

Slamet lantas mendesak agar RUU Kesehatan dikeluarkan dari Prolegnas Prioritas 2023, dan pembahasannya dilakukan secara perlahan. Ia merasa keberadaan RUU tersebut banyak merugikan organisasi profesi.

Pertama, karena undang-undang keprofesian dicabut dalam RUU Kesehatan. “Perlu diketahui di seluruh negara di dunia, semua ada undang-undangnya, undang-undang kedokteran, undang-undang keperawatan, dengan Omnibus Law ini akan dicabut semua,” ujar Slamet.

Kedua, karena dalam RUU Kesehatan, uji kompetensi dokter dan profesi tenaga kesehatan lain ditentukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan pemerintah daerah. Bagi Slamet, uji kompetensi harusnya dilakukan oleh organisasi profesi masing-masing.

“Padahal, itu adalah ranah organisasi profesi karena pemerintah sudah mengeluarkan surat izin praktik. Kita ketahui bersama teman-teman yang ada di birokrasi hampir sebagian besar tak praktik, bagaimana bisa menentukan kompetensi kami,” ujarnya. 

Oleh karena itu, PB IDI melihat RUU Kesehatan berbahaya jika dipaksakan untuk disahkan. Salah satu alasannya, kompetensi tenaga kesehatan bisa dipertanyakan karena tak lagi diuji oleh organisasi profesi.

“Masyarakat tidak tahu mana dokter yang sesuai yang sebelum ini kita sudah teratur, bahwa organisasi profesi menentukan kompetensi dan etikanya, dan kita akan selalu bertanggung jawab untuk masyarakat. Namun, di Omnibus Law (kebijakan) ini dihilangkan,” tegas Slamet.