Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

ICW
Ketua Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan (Capim) KPK Muhammad Yusuf Ateh (keempat kanan) didampingi anggotanya. (Foto: FEDRIK TARIGAN/ JAWA POS)

ICW Soroti Lolosnya Figur Bermasalah dan Dominasi Aparat Penegak Hukum dalam Seleksi Komisioner KPK



Berita Baru, Jakarta – Panitia Seleksi (Pansel) Komisioner dan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah merilis daftar kandidat yang lolos tes profile assessment. Dari 40 nama yang sebelumnya lolos tes kompetensi, kini tersisa 20 kandidat Komisioner dan 20 Dewan Pengawas. Namun, Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai terdapat sejumlah catatan penting terkait proses seleksi ini.

Salah satu sorotan ICW adalah masih lolosnya figur-figur yang memiliki rekam jejak kontroversial. Di antara 20 calon Komisioner KPK, terdapat nama-nama seperti Johanis Tanak dan Pahala Nainggolan, yang sebelumnya dilaporkan atas dugaan pelanggaran kode etik. “Proses seleksi kali ini menunjukkan bahwa Pansel belum optimal menggali rekam jejak para kandidat. Banyak sumber informasi yang bisa digunakan, termasuk Dewan Pengawas KPK,” ujar perwakilan ICW.

Tidak hanya dari segi integritas, ICW juga mengkritik dari aspek kompetensi, terutama terkait Tanak. Di bawah kepemimpinannya, KPK sering dipersepsikan negatif oleh masyarakat dan kerap menimbulkan kontroversi. “Jika cara kepemimpinannya seperti itu, mengapa tetap diloloskan? Bukankah ini hanya akan mengulangi masalah yang sama jika ia terpilih lagi?” tambah ICW.

ICW juga mencatat dominasi calon dari kalangan aparat penegak hukum dalam seleksi kali ini. Dari 20 kandidat Komisioner, 45 persen atau 9 di antaranya berasal dari aparat penegak hukum, baik yang masih aktif maupun yang sudah pensiun. ICW mempertanyakan apakah Pansel memang sengaja ingin KPK diisi oleh aparat penegak hukum.

“Jika itu benar, maka ada potensi kesalahan dalam cara pandang. Pertama, ini bertentangan dengan Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 yang menjamin kesetaraan di mata hukum. Seharusnya seleksi ini terbuka untuk semua kalangan yang memenuhi syarat,” jelas ICW. Selain itu, dominasi ini juga dapat menimbulkan persepsi adanya intervensi dari pihak lain, seperti kalangan eksekutif atau pimpinan penegak hukum.

ICW juga menekankan bahwa tidak ada ketentuan dalam UU KPK yang mewajibkan aparat penegak hukum untuk mengisi struktur kepemimpinan KPK. “Cara pandang Pansel ini justru membuka peluang terjadinya konflik kepentingan. Bagaimana memastikan independensi komisioner yang berasal dari penegak hukum jika KPK harus menyelidiki instansi asal mereka?” tutup ICW.

Dengan catatan-catatan tersebut, ICW berharap Pansel bisa lebih cermat dalam proses seleksi tahap akhir untuk memastikan integritas dan kompetensi calon Komisioner dan Dewan Pengawas KPK.