ICW dan PSHK Luncurkan Laporan Evaluasi Kinerja KPK
Berita Baru, Jakarta – Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) dengan dukungan Kemitraan meluncurkan Laporan Evaluasi Kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk periode 2019-2024 di Jakarta.
Laporan ini merupakan respons terhadap penurunan efektivitas KPK dalam pemberantasan korupsi dan berbagai kontroversi yang menyertainya dalam empat tahun terakhir, termasuk skandal pelanggaran etik dan masalah tata kelola kelembagaan.
Direktur Eksekutif PSHK, Rizky Argama, menyatakan bahwa perubahan Undang-Undang KPK pada 2019 mengakibatkan kehilangan jati diri lembaga tersebut sebagai entitas antikorupsi yang independen.
“Aktor utama penggerogotan kewenangan KPK melalui revisi UU KPK adalah DPR dan Presiden, dengan produk legislasi sebagai instrumennya. Ini merupakan gejala yang oleh banyak ahli politik disebut sebagai autocratic legalism atau legalisme otokrasi,” tegas Rizky, yang akrab disapa Gama.
Peneliti PSHK, Muhammad Nur Ramadhan, menjelaskan bahwa revisi UU KPK membawa berbagai implikasi negatif, seperti masalah dalam penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan dan Penuntutan, kehilangan status pimpinan KPK sebagai penyidik dan penuntut, dan hancurnya independensi KPK. Kontroversi juga mencakup ketidakjelasan posisi Dewan Pengawas KPK dan pengaturan usia minimum pencalonan pimpinan KPK.
Diky Anandya, peneliti ICW, menyoroti pentingnya revisi UU Nomor 19 Tahun 2019 untuk memperbaiki tata kelola kelembagaan KPK. Ia menekankan perlunya perubahan regulasi yang melibatkan partisipasi yang lebih bermakna dan fokus pada sektor-sektor dengan risiko tinggi terjadinya korupsi, seperti politik dan sumber daya alam.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, meminta publik untuk tidak terlalu mengharapkan KPK dalam kondisi saat ini, mengingat adanya lembaga lain seperti Kepolisian dan Kejaksaan yang juga menangani kasus korupsi. “Berbeda dengan Hong Kong yang hanya memiliki satu lembaga pemberantasan korupsi, di Indonesia kebijakan tidak fokus,” ungkap Alex.
Pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia, Bivitri Susanti Jentera, menambahkan bahwa selama sepuluh tahun terakhir, lembaga-lembaga pengawas kekuasaan seperti KPK telah dilemahkan melalui proses pemilihan pimpinan. “Satu-satunya jalan untuk memperbaiki KPK adalah dengan merevisi UU KPK kembali,” kata Bivitri.
Peluncuran laporan ini dihadiri oleh Koordinator Antikorupsi United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), Putri Wijayanti, dan Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, serta dimoderatori oleh jurnalis Rivana Pratiwi.