ICJR: Ada Penghalangan Jurnalis di Wadas
Berita Baru, Jakarta – Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyampaikan bahwa ada sejumlah jurnalis dihalang-halangi oleh aparat ketika ingin meliput peristiwa yang terjadi di Wadas Purworejo Jawa Tengah.
Sustira Dirga peneliti di ICJR menyebut, karena adanya penghadangan tersebut informasi yang diterima publik cukup membingungkan.
“Cukup simpang siur, apalagi tentang jumlah warga yang ditangkap aparat,” kata Dirga ketika dihubungi redaksi melalui telepon pada Sabtu (12/2).
Sebagai alternatif, beberapa jaringan pers mengandalkan unggahan-unggahan akun @Wadas_Melawan di lini masa Twitternya untuk mendapatkan informasi.
Kendati demikian, lanjut Dirga, baru-baru ini ICJR menerima laporan bahwa sinyal di Wadas sering terganggu.
Sebagai respons, hingga saat ini ICJR dan tim sedang dalam proses penelitian apakah ada pihak tertentu yang berupaya memutus jaringan internet di Wadas.
“Kami sedang melakukan pengecekan ya. Soalnya, beberapa kawan cerita bahwa jaringan di Wadas tiba-tiba tidak stabil, padahal sebelumnya hal yang sama tidak pernah terjadi,” jelas Dirga.
Buruknya Indeks Kebebasan Pers Indonesia
Pelarangan liputan di Wadas ini bukanlah satu-satunya kasus yang ada. Berdasarkan riset ICJR, sepanjang 2021 ada 43 kasus kekerasan terhadap jurnalis. Salah satunya adalah larangan untuk meliput.
Ada enam (6) model kekerasan yang sering diterima jurnalis ketika melakukan pekerjaan jurnalistik, yakni teror dan intimidasi (9 kasus), kekerasan fisik (7 kasus), pelarangan liputan (7 kasus), serangan digital (5 kasus), ancaman (5 kasus), dan penuntutan hukum (4 kasus).
Adapun pihak yang kerap melakukannya, di urutan pertama adalah polisi (12 kasus), kemudian disusul orang yang tidak dikenal (10 kasus), aparat pemerintah (8 kasus), warga (4 kasus), pekerja profesional (4 kasus), TNI (1 kasus), dan Perusahaan (1 kasus).
“Sebab inilah indeks Kebebasan Pers Indonesia buruk. Indonesia menduduki posisi ke-113 dari 180 negara di dunia dalam indeks kebebasan pers,” tulis ICJR dalam akun resmi Twitternya, Rabu (9/2).
Karena beberapa hal inilah kemudian ketika perayaan Hari Pers Nasional kemarin, ICJR secara tegas menyampaikan bahwa tidak ada hari pers apa pun yang patut dirayakan tahun ini.
SOP keamanan
Mengetahui bahwa keamanan jurnalis tidak benar-benar terjamin ketika sedang melakukan tugas, khususnya dalam kasus sensitif seperti peristiwa di Wadas, ICJR menyarankan para jurnalis untuk memiliki Standar Operating Procedure (SOP) keamanannya masing-masing.
Pasalnya, menurut Dirga, mengaca pada kasus-kasus yang sudah terjadi, jaminan keamanan yang menjadi hak jurnalis sangat lemah, bahkan tidak ada.
“Ada salah satu jurnalis itu, dia sudah mengenakan jaket pengenal bahwa dia jurnalis, tandanya kan sudah besar ya itu, pakai jaket, tapi kenyataannya masih terkena serangan,” papar Dirga.
“Jadi, biar aman, kami menyarankan teman-teman jurnalis untuk memiliki SOP keamanannya masing-masing,” imbuhnya.
Di atas semuanya, ICJR menghimbau pada pemerintah agar serius dalam menjamin hak masyarakat atas informasi yang berkualitas pada satu sisi dan menjamin keamanan jurnalis ketika menjalankan tugasnya pada sisi lainnya.
“Termasuk untuk para aparat ya, agar mereka tidak lagi melakukan tindak kekerasan terhadap jurnalis yang sedang bertugas,” pungkas Dirga.