Honor Dipangkas 80 Persen, Enumerator BRIN Dikabarkan Mundur Massal
Berita Baru, Jakarta – Enumerator program Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Tahun 2022 yang digelar Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengundurkan diri secara massal.
Salah satu enumerator SDKI 2022 Dhinia Eka Wahyuning Resti mengatakan para enumerator mundur setelah honor dipangkas sekitar 80 persen.
“Info yang barusan saya dapat di grup, semua tim, dari Indonesia timur mundur semua. Jawa itu tinggal yang di Jember dan di Lumajang. Di Bangen masih ada dua tim, Jateng, Jogja. Di Sumatera masih ada yang bertahan,” kata Dhinia, sebagaimana dikutip dari CNNIndonesia.com, Kamis (8/12).
Dhinia menjelaskan BRIN menjanjikan sejumlah hak keuangan kepada tim enumerator. Untuk tim di Jawa Timur, bisa mendapatkan sekitar Rp30 juta untuk masa kerja 77 hari.
Meski demikian, janji itu tak bertahan lama. BRIN merevisi hak keuangan enumerator pada hari terakhir pelatihan. Tim Dhinia hanya akan mendapatkan sekitar Rp20 juta jika menyelesaikan survei.
Dhinia dan kawan-kawan protes dengan pemotongan yang dilakukan secara tiba-tiba. Alih-alih memperbaiki honor, BRIN justru kembali memotong honor enumerator. BRIN menghapus sejumlah bagian honor, seperti uang makan dan penginapan.
“Sekarang Rp150 ribu per hari dengan masa kerja cuma lima hari. Kalau ditotal, cuma 20 persen [dari perjanjian awal],” ujar Dhinia.
Dhinia berkata seharusnya SDKI 2022 dilakukan pada 13 Oktober sampai akhir 2022. Namun, para enumerator menolak bekerja karena perlakuan sewenang-wenang BRIN.
“Gara-gara teman-teman ngerasa enggak cocok dengan kontraknya, minta dipertimbangin lagi, tetapi malah jadinya kayak gini,” ujarnya.
BRIN Buka Suara
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengatakan bahwa kabar pemangkasan honor ini tidak benar. Sebab, menurutnya, saat ini BRIN baru melakukan perekrutan dan pelatihan.
“Saya kira informasi tersebut tidak benar. Karena kami baru melakukan perekrutan dan pengembangan metodologi serta pelatihan. Jadi belum ada penugasan untuk melakukan pengambilan data lapangan. Kami baru akan memutuskan periode waktu pelaksanaan pengambilan data,” kata Laksana, dikutip dari detik.com.
Dia menegaskan bahwa mereka yang mundur adalah calon petugas. Mereka mundur ketika kontrak belum ada.
“Jadi intinya mereka baru ‘calon’ petugas dan belum ada penugasan. Jadi mundur dari apa, penugasan saja belum ada,” ujarnya.
Dia juga mengatakan bahwa SDKI baru dilakukan pada awal 2023. Oleh karena itu, dia mengaku tidak paham soal honor terpotong hingga 80%.
“SDKI memang direncanakan fokus di awal 2023 untuk pelaksanaan lapangannya, agar data bisa konsisten dengan fokus pelaksanaan yang diupayakan sependek mungkin. Lho lha memang belum berkontrak, jadi ya belum ada nominalnya. Karena itu saya kurang paham dari mana bisa terpotong 80%, nominalnya saja belum ada,” tutupnya.