Hamas Serukan Gencatan Senjata di Gaza, Hisbullah Sepakati Gencatan di Lebanon
Berita Baru, Internasional – Hamas menyatakan kesiapan untuk gencatan senjata di Gaza pada Rabu (27/11/2024), di tengah perubahan signifikan setelah sekutunya, Hezbollah, menandatangani perjanjian gencatan senjata dengan Israel di Lebanon. Langkah ini meninggalkan Hamas berjuang sendirian dalam konflik tersebut.
“Kami telah memberi tahu para mediator di Mesir, Qatar, dan Turki bahwa Hamas siap untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tahanan yang serius,” ujar seorang pejabat senior Hamas kepada AFP. Namun, ia menuduh Israel menghambat tercapainya kesepakatan tersebut.
Hezbollah, yang mulai menyerang Israel sehari setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, sebelumnya menyatakan tidak akan menghentikan serangan hingga kesepakatan gencatan senjata juga tercapai di Gaza. Iran, sebagai pendukung utama Hamas dan Hezbollah, menyambut baik gencatan senjata di Lebanon namun tidak mengaitkannya dengan Gaza.
Perubahan Dinamika Perang
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyebut gencatan senjata di Lebanon sebagai langkah untuk memisahkan front dan mengisolasi Hamas. “Dengan Hezbollah keluar dari gambaran ini, kami dapat meningkatkan tekanan pada Hamas. Ini akan membantu misi kami untuk membebaskan para sandera,” ujar Netanyahu.
Dalam perkembangan terakhir, Netanyahu mengklaim bahwa Israel telah membunuh lebih dari 20.000 pejuang Hamas, termasuk beberapa pemimpin senior seperti Yahya Sinwar dan Mohammed Deif. Israel juga mengembalikan 154 sandera, sementara masih ada 101 orang yang ditahan di Gaza.
Tantangan Negosiasi
Sementara itu, negosiasi gencatan senjata di Gaza terus menemui jalan buntu. Mediator Qatar telah menghentikan upaya mereka hingga kedua belah pihak siap membuat konsesi. Hamas mengklaim bahwa pemerintah Netanyahu menjadi penghalang utama tercapainya kesepakatan.
“Hamas menunjukkan fleksibilitas tinggi untuk mencapai kesepakatan, namun Netanyahu selalu menghindar dari tanggung jawab,” kata Sami Abu Zuhri, pejabat Hamas, kepada Reuters.
Namun, beberapa pejabat Israel membantah bahwa Hamas benar-benar siap untuk berdamai, dengan menyebut tuntutan Hamas untuk penghentian total perang dan penarikan penuh Israel sebagai faktor yang menghalangi proses negosiasi sebelumnya.
Harapan dan Kekhawatiran di Gaza
Bagi warga Gaza, gencatan senjata di Lebanon menimbulkan perasaan campur aduk. Mamdouh Yonis, warga yang kini tinggal di Khan Younis setelah terusir dari Rafah, menyebut tekanan di Gaza akan semakin berat tanpa dukungan Hezbollah.
“Bagaimana mungkin ada gencatan senjata di satu tempat tetapi tidak di tempat lain? Kasihanilah anak-anak, lansia, dan perempuan yang kini tinggal di tenda di tengah musim dingin,” ujar Ahlam Abu Shalabi, warga yang terlantar dari Gaza City.
Sementara itu, data Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas mencatat lebih dari 44.000 orang tewas atau hilang dalam konflik ini. Namun, angka ini belum dapat diverifikasi secara independen dan tidak membedakan antara warga sipil dan pejuang.
Dengan situasi yang terus memburuk, gencatan senjata menjadi harapan utama bagi jutaan warga Gaza yang menghadapi ancaman kelaparan, konflik, dan musim dingin yang berat. Namun, langkah tersebut masih terganjal kepentingan politik dan perbedaan tuntutan di antara pihak-pihak yang terlibat.