Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Hacker China

Hacker China Retas Data Penelitian COVID-19 di AS



Berita Baru, Internasional – Pada hari Rabu (13/5), melalui situs resminya, Biro Investigasi Federal (FBI) dan Cybersecurity and Infrastructure Security Agency (CISA) mengeluarkan pernyataan bahwa hacker China telah mencoba mencuri penelitian vaksin COVID-19 dari AS.

“FBI sedang menyelidiki penargetan penelitian yang dilakukan oleh AS terkait COVID-19 oleh para pelaku siber yang berafiliasi dengan RRC dan para kolektor nontradisional. Secara ilegal, para pelaku ini diamati telah berusaha mengidentifikasi dan mendapatkan intelectual property (IP), data kesehatan masyarakat terkait dengan vaksin, perawatan dan pengujian yang berharga dari jaringan informasi dan anggota yang berafiliasi dengan penelitian terkait COVID-19. Potensi pencurian informasi ini membahayakan opsi perawatan yang aman, efektif dan efisien,” tulis CISA dalam pernyataannya.

Mendapati kecolongan informasi itu, FBI dan CISA mendesak organisasi-organisasi yang melakukan penelitian di bidang-bidang ini untuk menjaga keamanan cybersecurity dan mengawasi orang-orang yang terlibat dalam penelitian untuk mencegah pencurian serupa.

FBI dan CISA juga menyerukan kepada mereka untuk mewaspadai dan segera melaporkan setiap kegiatan dan perilaku anggota yang ‘aneh’ dan ‘tidak wajar.’

Dengan publikasi pernyataan itu, mereka memperingatkan bahwa oraganisasi atau lembaga harus berhati-hati dalam melakukan siaran pers ketika akan melakukan penelitian. Hal itu dikarenakan dengan adanya siaran pers, maka itu dapat meningkatkan kemungkinan para hacker untuk mencuri informasi tersebut.

Peringatan dari CISA dan FBI ini muncul beberapa hari setelah mantan pejabat keamanan AS mengatakan kepada New York Times yang menunjukkan bahwa intelijen AS berencana untuk mengeluarkan peringatan tentang upaya yang diduga oleh mata-mata China untuk mengakses penelitian COVID-19 yang berbasis di AS.

Direktur CISA Christopher Krebs menuduh bahwa China memang sudah memiliki track record yang buruk dalam aktivitas dunia maya dan ia sudah mendokumentasikan itu dengan baik.

Lebih lanjut, Krebs berjanji bahwa AS akan membela kepentingan mereka secara agresif.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian mengomentari berita dari New York TImes pada hari Senin (10/5), mengatakan bahwa China sudah memimpin penelitian dan pengembangan global pada vaksin dan terapi COVID-19.

Zhao Lijian menambahkan tuduhan meretas data itu adalah upaya “tidak bermoral” dan tidak berdasar untuk “mencoreng” negaranya.

Perusahaan bioteknologi dari China baru-baru ini mengatakan bahwa mereka memiliki empat vaksin COVID-19 berbeda yang sudah menjalani uji klinis.

Tiga dari vaksin itu sudah memasuki tahap kedua diharapkan akan bisa disebarkan secara aman pada bulan Juli.

Sementara itu, Presiden Donald Trump berharap bahwa AS sudah bisa menyebarkan vaksin COVID-19 pada akhir tahun ini.

Sementara itu, seorang peneliti yang tidak mau disebutkan namanya, mengatakan kepada Global Times pada hari Senin (11/5) bahwa fungsi atau nilai dari data penelitian dari AS ini bernilai kecil bagi China karena upaya AS membuat vaksin berbasis DNA dan RNA, sementara China lebih memfokuskan pembuatan vaksin inaktif.

Sebagai catatan, mengutip Sputnik pada tanggal 12 Februari, China telah menyebut Amerika Serikat sebagai empire of hackers. China juga mengatakan bahwa AS adalah “negara penguping terbesar di dunia maya internasional.”