Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Cak Imin

Guru Besar dan Pakar Berkumpul Tawarkan Solusi Pangan ke Cak Imin



Berita Baru, Jakarta – Puluhan guru besar dan pakar ekonomi pangan berkumpul membahas persoalan krisis pangan di masa depan. Mereka menawarkan sejumlah pendekatan dan solusi untuk mengatasi krisis pangan global kepada Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar (Cak Imin).

Guru Besar Ekonomi Pertanian Universitas Bengkulu, Andi Irawan menjelaskan di tengah ancaman krisis pangan dunia, Indonesia dinilai masih sangat rapuh. Ia menyebut ketahanan pangan nasional belum mumpuni.

“Permasalahan besar krisis pangan dalam pandangan saya, Indonesia itu  tidak mumpuni kalau dihadapkan untuk mengantisipasi krisis pangan pak Muhaimin,” kata Andi Irawan di Hotel JS Luwansa, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (30/8).

Mengapa demikian? Sebab selama ini negara tidak memiliki cukup banyak lumbung pangan. Satu-satunya lumbung pangan Indonesia hanya Bulog. Itu artinya Indonesia hanya di sektor beras.

“Pemerintah hanya punya lumbung beras saja yang namanya itu Bulog. Di mana Bulog hanya siap pada beras saja. Namun ketika terjadi gejolak pangan yang lain, dapat dikatakan Bulog tidak siap. Kita sudah melihat pada waktu kenaikan harga minyak goreng. Padahal kita adalah suplayer terbesar dunia untuk CPO. Jadi ini sangat ironis sekali,” jelasnya. 

Andi melihat kondisi ini terjadi karena stok komoditas pangan di luar beras tidak ada dari pemerintah. Melainkan adanya di kelompok swasta dan masyarakat. Jadi saat terjadi gejolak harga, untuk menstabilkan, pemerintah tidak punya stok.

Untuk itu ia menawarkan solusi kepada Cak Imin perlu adanya regulasi dari pemerintah untuk menghadapi krisis pangan. Di mana saat terjadi krisis seluruh pengelolaan pangan harus di bawah pemerintah.

“Semua stok yang ada di pemerintah, BUMN, Bulog, kemudian yang ada di swasta dan yang ada di masyarakat dalam keadaan krisis harus bisa diperkenankan di bawah pengelolaan negara. Hal semacam itu menurut saya belum terakomodasi dalam perundang-undangan kita. Mengantisipasi krisis pangan harus ada payung hukumnya,” jelasnya.

Sementara itu, Rektor IPB, Arif Satria menjelaskan hal yang harus dipersiapkan untuk mengatasi krisis pangan adalah melakukan intensifitas terhadap di sektor pertanian itu sendiri. Intensifitas ini meliputi teknologi serta pengembangan sejumlah varietas baru.

“Yang pertama adalah intensifikasi, itu harus dengan berbagai teknologi dan pememuan varietas baru,” kata Arif Satria.

Menurutnya, Indonesia harus percaya diri memaksimal sejumlah pangan penghasil karbohidrat di luar beras. Ia menyebut banyak sekali sumber karbohidrat lokal yang nutrisinya tidak kalah dengan gandum dan beras.

“Kita harus pede (percaya diri_red) karbohidrat yang dihasilkan oleh negara kita. Di mana sagu ini menjadi alternatif. Persoalannya adalah agenda perbaikan teknologi,” jelasnya.

Kaitannya memaksimalkan sumber karbohidrat lokal, Arif menjelaskan peran teknologi sangat menentukan. Misal, ia mencontohkan standar gizi dari hasil olahan sagu bisa setara dengan gandum dan beras. Hal itu memungkinkan, jika pengembangan teknologi hasil pertanian mampu dimaksimalkan.

“(Misal) sagu bisa diproduksi, bagaimana standar gizinya bisa sama dengan beras. Sehingga teknologi harus disiapkan,” ungkapnya.

Guru Besar dan Pakar Berkumpul Tawarkan Solusi Pangan ke Cak Imin

Pada kesempatan sama, Guru Besar Toksikologi Lingkungan Unika Soegijapranata, Budi Widianarko menilai perlu adanya transformasi besar-besaran dalam sistem pertahanan pangan nasional.

Ada tiga solusi yang ditawarkan. Salah satunya melalui strategi kebudayaan.

Ia menjelaskan strategi kebudayaan seperti yang dilakukan Korea adalah cara tepat mengatasi krisis pangan. Untuk itu, kebijakan yang memihak kepada produk pertanian lokal perlu diintensifkan.

“Pertama, kita perlu transformasi yang memihak produk hasil pertanian lokal. Bangga terhadap hasil pertanian lokal melalui strategi budaya,” kata Budi Widianarko.

Ia menambahkan, solusi kedua adalah melakukan transformasi pangan di perkotaan. Menurutnya transformasi jenis ini akan menguatkan ketahanan pangan nasional. Soal pertanian kota ini telah sukses diterapkan Singapura.

“Kedua, menurut saya adalah kita manfaatkan kota yakni transformasi pangan kota. Singapura bisa mentransformasi pangan negara kota. Dan kota-kota di Indonesia bisa bertransformasi mengikuti pertanian kota. Tapi harus ada syaratnya yakni adalah kebijakan,” jelasnya.

Selanjutnya yang ketiga lanjut dia adalah memaksimalkan dan memasifkan teknologi pertanian. Selain itu, kebijakan insentif seperti subsidi pupuk dan benih juga darurat untuk dimasifkan.

“Ketiga memasifkan insentif, subsidi dan teknologi,” tandasnya.

Sebagai informasi, kegiatan Simposium dan Panel Ahli Pangan ini mengangkat tema “Krisis Pangan dan Skenario Masa Depan Indonesia.” Selain dihadiri 25 guru besar dan pakar ekonomi pangan nasional, kegiatan juga turut dihadiri oleh Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar.