Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Jenderal TNI (Purn.) Gatot Nurmantyo. (Foto: detik.com)
Jenderal TNI (Purn.) Gatot Nurmantyo. (Foto: detik.com)

Gugatan ‘Presidential Threshold’ Gatot Akan Diputuskan MK pada Kamis Mendatang



Berita Baru, JakartaMahkamah Konstitusi (MK) menjadwalkan akan memutuskan gugatan uji materi terhadap ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) dalam UU Pemilu yang diajukan Gatot Nurmantyo, pada hari Kamis, 24 Februari 2022. 

Perkara dengan nomor 70/PUU-XIX/2021 itu akan diputus bersamaan dengan enam perkara lainnya yang sama-sama menuntut penghapusan presidential threshold dari sistem pemilihan presiden (pilpres).

“Kamis, 24 Februari 2022, 09.30 WIB. Pemohon Gatot Nurmantyo. Kuasa Refly Harun, Muh Salman Darwis. Acara pengucapan putusan,” tulis MK pada situs resminya, dikutip Selasa (22/2).

Dalam permohonannya, Gatot meminta MK menyatakan pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) bertentangan dengan konstitusi.

Gatot menilai aturan itu bertentangan dengan pasal 6 ayat (2), 6A ayat (2), dan 6A ayat (5) UUD 1945.

Pasal itu mengatur pencalonan presiden dan wakil presiden harus didukung partai politik atau gabungan partai politik dengan minimal 20 persen kursi DPR RI atau 25 persen suara sah nasional.

Menurut Gatot, aturan itu merugikan pemilih lantaran menghalangi warga mendapat kandidat terbaik bangsa. Selain itu, presidential threshold juga dapat menimbulkan jual beli kandidat.

“Menyatakan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan mengikat,” tulis Gatot dalam permohonan uji materi-nya.

Beberapa perkara yang sama, yang akan diputus MK pada hari itu, diantaranya dimohonkan oleh politikus Partai Gerindra Ferry Juliantono. Mahkamah juga akan memutus permohonan dari beberapa anggota DPD RI, termasuk Fahira Idris.