‘Gorden DPR’, Ekonom Senior: Rumah Dinas Itu Dihapuskan Saja!
Berita Baru, Jakarta – Baru-baru ini anggaran dana sebesar Rp.48,7 Miliar untuk penggantian gorden rumah dinas Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DRP RI), dengan rincian satu rumah dinas bisa berkisar Rp.80-90 juta, menuai banyak respons.
Hal itu menjadi polemik dan perdebatan di kalangan masyarakat. Sebagian menilai pengadaan tersebut bukanlah sesuatu kebutuhan yang mendesak, terlebih kondisi ekonomi Indonesia belum terlalu stabil akibat terdampak pandemi COVID-19.
Sebagian yang lain beranggapan, anggaran tersebut cukup besar dan menilai DPR berfoya-foya dalam menetapkan anggaran yang diketahui bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Menariknya, ekonom senior Faisal Basri justru memiliki pandangan kritis terkait polemik yang bikin gaduh masyarakat itu. Ia menyebut polemik tersebut timbul karena negara masih ngurusin rumah dinas sementara dunia sudah berubah.
“Judul ini ada karena negara masih ngurusin gorden segala,” kata Faisal Basri dalam Catatan Demokrasi bertajuk ‘Harga-harga Naik, Kok DPR Foya-foya?’ yang ditayangkan secara langsung dalam kanal TV One, Selasa (5/4) malam.
Faisal menilai sudah saatnya negara menghapus rumah dinas bagi anggota DPR, diganti dengan allowance (tunjangan) setiap bulan untuk perumahan. Karena selain kondisi dan zaman saat ini berubah, kebutuhan serta selera anggota dewan juga berbeda-beda.
Sebagai aset negara, bagi Faisal rumah dinasnya bisa dijual atau digunakan untuk apapun terkait kepentingan negara lainnya. “Jadi anggota DPR mau pilih di Menteng, mau pilih dimana, bisa fleksibel,” ujarnya.
Ia kemudian menjelaskan alasan mengapa dulu diperlukan rumah dinas, karena waktu itu fasilitas di luar sulit dan belum memadai. Selain juga, dulu Anggota DPR rombongan menggunakan bus untuk menghadiri sidang umum MPR.
“Tetapi dunia sudah berubah. Jadi gak usahlah negara mengurusi rumah dinas, gorden dan segala isinya. Kalau saya menyarankan setiap orang kan punya selera berbeda-beda, latar belakang berbeda. Rumah dinas itu dihapuskan saja, jadi dikasih allowance (tunjangan) setiap bulan itu untuk perumahan,” ujar Faisal.
“Saya rasa sebagian besar anggota DPR senang kalau dapat lamsamnya. Karena kebutuhannya berbeda-beda. Sementara rumah dinas itu standar semua. Uda itu masa lalu, kita lupakanlah. Supaya sekali lagi negara itu fokus untuk urusan urusan yang besar, seperti melawan ICOR (Incremental Capital Output Ratio) yang tinggi” pungkasnya. (mkr)