Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Seorang wanita menutupi wajahnya dengan syal untuk melindungi dari gelombang panas perjalanan melalui badai debu di Ahmedabad, India, Sabtu, 21 Mei 2022. Foto: Ajit Solanki/AP.
Seorang wanita menutupi wajahnya dengan syal untuk melindungi dari gelombang panas perjalanan melalui badai debu di Ahmedabad, India, Sabtu, 21 Mei 2022. Foto: Ajit Solanki/AP.

Gelombang Panas Mematikan Melanda Asia Selatan, 90 Nyawa Melayang Sepanjang 2022



Berita Baru – Setidaknya 90 nyawa melayang sepangjang 2022 saat gelombang panas mematikan melanda Asia Selatan beraksi, membakar India dan Pakistan dalam beberapa bulan terakhir.

Jika dalam serial HBO Game Of Throne ‘words’ untuk House of Stark adalah “Winters is Coming”, maka kini di dunia nyata di Asia Selatan muncul words “Heat Wave is Coming”.

Kelompok Atribusi Cuaca Dunia (World Weather Attribution) atau WWA pada Senin (23/5) menerbitkan sebuah laporan yang meramalkan bahwa gelombang panas yang panjang ini akan mempengaruhi wilayah geografis yang luas, sebuah peristiwa yang jarang terjadi, “peristiwa sekali dalam satu abad”.

“Tetapi tingkat pemanasan global saat ini, yang diciptakan oleh perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia, telah membuat gelombang panas itu 30 kali lebih mungkin terjadi,” kata WWA.

Di India, panas pada bulan Maret lalu mencapai rekor sebagai bulan terpanas di negara itu sejak pencatatan dimulai pada 1901 dan April adalah rekor terpanas di Pakistan dan sebagian India.

Efek dari gelombang panas itu pun kini meluas, diantaranya: gletser meledak di Pakistan, menyebabkan banjir ke hilir; panas awal membakar tanaman gandum di India, memaksanya untuk melarang ekspor ke negara-negara yang terguncang karena kekurangan pangan akibat perang Rusia di Ukraina.

Gelombang panas itu juga mengakibatkan lonjakan awal permintaan listrik di India yang menghabiskan cadangan batu bara, mengakibatkan kekurangan daya akut yang mempengaruhi jutaan orang.

Kemudian ada pengaruhnya terhadap kesehatan manusia. Setidaknya 90 orang telah meninggal di kedua negara, tetapi pendaftaran kematian yang tidak memadai di kawasan itu berarti bahwa ini kemungkinan kecil, menurut WWA.

Pengamat iklim dari Indian Institute of Technology Mumbai dan juga bagian dari penelitian WWA, Arpita Mondal menjelaskan jika pemanasan global meningkat hingga 2 derajat Celcius (3,6 derajat Fahrenheit) lebih dari tingkat pra-industri, maka gelombang panas seperti ini dapat terjadi dua kali dalam satu abad dan bahkan hingga setiap lima tahun sekali.

“Ini adalah tanda dari hal-hal yang akan datang,” kata Mondal dalam jumpa pers, dikutip dari The Associated Press.

Mondal mencontohkan bahwa “di dunia yang lebih hangat 2C, apa yang merupakan peristiwa satu dalam 100 tahun sekarang dapat menjadi sesering peristiwa satu dalam lima tahun.” Mondal mengatakan dalam jumpa pers.

Untuk melakukan analisis mereka, para ilmuwan membandingkan pembacaan data suhu untuk bulan Maret dan April sejak beberapa dekade yang lalu dengan kondisi yang mungkin terjadi tanpa perubahan iklim, berdasarkan simulasi komputer.

“Orang-orang di Asia Selatan terbiasa dengan suhu panas pada tingkat tertentu,” kata Roop Singh, penasihat risiko iklim di Pusat Iklim Palang Merah Bulan Sabit Merah.

“Tetapi ketika mencapai 45C atau lebih, menjadi sangat sulit untuk melakukan aktivitas rutin,” imbuhnya.

Sementara itu, ilmuan iklim lainnya daru Imperial College London, yang juga merupakan bagian dari penelitian, Friederike Otto tak menyangkal bahwa perubahan iklim meningkat saat ini.

Otto juga menegaskan gelombang panas itu pasti mempunyai dampak menghancurkan.

Sementara itu, menurut analisis yang dilakukan oleh The Associated Press berdasarkan data yang diterbitkan oleh sekolah iklim Universitas Columbia, Asia Selatan adalah yang paling terpengaruh oleh tekanan gelombang panas.

India sendiri adalah rumah bagi lebih dari sepertiga populasi dunia yang tinggal di daerah di mana panas ekstrem meningkat.

Para ahli sepakat gelombang panas menggarisbawahi perlunya dunia untuk tidak hanya memerangi perubahan iklim dengan mengurangi emisi gas rumah kaca, tetapi juga beradaptasi dengan efek berbahayanya secepat mungkin.