Gelombang Aksi Myanmar, Junta Memblokir Jaringan Internet
Berita Baru, Internasional – Pada Sabtu (6/2), Junta – pemerintahan diktator militer – Myanmar memblokir jaringan internet di negara itu saat ribuan orang turun ke jalan-jalan di Yangon untuk mengecam kudeta militer dan menuntut pembebasan pemimpin terpilih, Aung San Suu Kyi.
Ini merupakan demonstrasi pertama sejak para jenderal merebut kekuasaan pada hari Senin, para aktivis berkumpul dan meneriakkan: “Diktator militer, gagal, gagal; Demokrasi, menang, menang,” sambil membawa spanduk bertuliskan:“ Melawan Kediktatoran Militer.”
Seperti dilansir dari The Guardian, masa aksi mengenakan pakaian merah, warna partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) Aung San Suu Kyi, yang menang telak dalam pemilihan 8 November dan ditolak oleh para jenderal dengan tuduhan kecurangan.
Gelombang protes meluap pada hari itu. Para aktivis menyerukan kepada masyarakat melalui media sosial untuk turut bergabung dalam pawai tersebut. Namun akhirnya jaringan internet diblokir.
Kelompok pemantau NetBlocks Internet Observatory melaporkan melalui Twitter “pemadaman internet skala nasional”, mengatakan bahwa konektivitas telah turun ke 54% dari tingkat biasa. Para saksi melaporkan penutupan layanan data seluler dan wifi.
Junta tidak menanggapi permintaan komentar. Pemblokiran akses juga terjadi di Twitter dan Instagram setelah sebelumnya memblokir sementara Facebook, media sosial yang populer digunakan di Myanmar.
Penyedia jaringan seluler Norwegia, Telenor ASA mengatakan, pihak berwenang telah memerintahkan semua operator seluler untuk sementara waktu mematikan jaringan data, meskipun layanan suara dan SMS tetap terbuka.
Organisasi masyarakat sipil Myanmar mengimbau penyedia internet dan jaringan seluler untuk menolak perintah junta, dengan mengatakan dalam pernyataan bersama bahwa mereka “pada dasarnya melegitimasi otoritas militer”.
Telenor mengatakan pihaknya telah menekankan kepada pihak berwenang bahwa akses ke layanan telekomunikasi harus dipertahankan. Namun, ia menambahkan bahwa itu terikat oleh hukum setempat dan prioritas utamanya adalah keselamatan pekerja lokalnya.
“Kami sangat menyesali dampak penutupan itu terhadap orang-orang di Myanmar,” katanya.
Wakil direktur regional untuk kampanye Amnesty International, Ming Yu Hah, mengatakan mematikan internet di tengah kudeta dan pandemi Covid-19 adalah “keputusan keji dan sembrono”.
Panglima militer Min Aung Hlaing telah merebut kekuasaan dengan tuduhan kecurangan, meskipun komisi pemilihan mengatakan tidak menemukan bukti penyimpangan dalam pemungutan suara pada November.
Junta mengumumkan keadaan darurat satu tahun dan berjanji akan menyerahkan kekuasaan setelah pemilihan baru, tanpa memberikan kerangka waktu.
Sean Turnell, penasihat ekonomi Australia untuk Aung San Suu Kyi, mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa dia ditahan, beberapa hari setelah Suu ditangkap dalam kudeta militer.
“Saya kira Anda akan segera mendengarnya, tetapi saya ditahan,” katanya. “Dituntut dengan sesuatu, tapi tidak tahu apa. Saya baik-baik saja dan kuat, dan tidak bersalah atas apa pun,” katanya dalam sebuah pesan dengan emoji senyum.
Menurut profil LinkedIn miliknya, Turnell merupakan seorang profesor ekonomi di Macquarie University di Sydney. Dia telah tinggal di ibu kota Myanmar, Naypyitaw, sejak Desember 2017 saat menjabat sebagai konsultan ekonomi khusus untuk Suu.
Tanpa menyebut nama Turnell, Australia mengatakan telah memanggil duta besar Myanmar untuk menyatakan “keprihatinan yang mendalam” atas penahanan sewenang-wenang terhadap warga Australia dan warga negara asing lainnya di Myanmar.
“Secara khusus, kami memiliki keprihatinan yang serius tentang seorang Australia yang telah ditahan di sebuah kantor polisi,” kata menteri luar negeri Australia, Marise Payne, dalam sebuah pernyataan.
Sejak penahanan dirinya, Aung San Suu Kyi (75), belum pernah terlihat di hadapan publik. Sebelumnya, ia telah menghabiskan 15 tahun usianya sebagai tahanan rumah dalam perjuangan melawan junta sebelumnya sebelum transisi demokrasi yang bermasalah dimulai pada 2011.
Pengacara untuknya dan presiden yang digulingkan, Win Myint, mengatakan mereka ditahan di rumah mereka dan bahwa dia tidak dapat bertemu siapapu karena masih diinterogasi. Aung San Suu Kyi menghadapi dakwaan mengimpor enam walkie-talkie secara ilegal, sementara Win Myint dituduh melanggar pembatasan virus corona.
“Tentu saja kami menginginkan pembebasan tanpa syarat karena mereka tidak melanggar hukum,” kata Khin Maung Zaw, yang mewakili keduanya.
Gerakan pembangkangan sipil telah berkembang di Myanmar pekan ini, dengan para dokter dan guru melakukan aksi pemogokan sipil sebagai bentuk protes terhadap kudeta militer. Setiap malam penduduk memukul panci dan wajan untuk menunjukkan kemarahan.
Selain 150 orang yang ditangkap saat kudeta, sebagaimana yang dilaporkan oleh kelompok hak asasi manusia, media lokal mengatakan sekitar 30 orang telah ditahan karena protes.