Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

G20, Antara Keadilan dan Keselamatan Iklim Bagi Dunia

G20, Antara Keadilan dan Keselamatan Iklim Bagi Dunia



Berita Baru, Jakarta – Indonesia saat ini tengah menjadi tuan rumah penyelenggara Presidensi Group of Twenty (G20). Pertemuan kelompok dua puluh itu dilaksanakan mulai 1 Desember 2021 hingga puncaknya pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20, 15-16 November 2022.

Oleh karena itu, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Gerakan Kebangkitan Tani dan Nelayan Indonesia (Gerbang Tani), Idham Arsyad mengingatkan cita-cita dan tujuan awal dari dibentuknya G20.

Dijelaskan bahwa G20 yang dibentuk pada 1999 atas inisiasi anggota G7, G20 yang merangkul negara maju dan berkembang untuk bersama-sama mengatasi krisis, utamanya yang melanda Asia, Rusia, dan Amerika Latin pada saat itu.

“Adapun tujuan G20 adalah mewujudkan pertumbuhan global yang kuat, berkelanjutan, seimbang, dan inklusif,” kata Ketum DPN Gerbang Tani, Idham Arsyad dalam keterangannya kepada Beritabaru.co, Senin (14/11).

Ia menyebut, G20 pada awalnya merupakan pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral. Namun sejak 2008, G20 menghadirkan Kepala Negara dalam KTT dan pada 2010 dibentuk pula pembahasan di sektor pembangunan.

Sejak saat itu G20 terdiri atas Jalur Keuangan (Finance Track) dan Jalur Sherpa (Sherpa Track). Sherpa diambil dari istilah untuk pemandu di Nepal, menggambarkan bagaimana para Sherpa G20 membuka jalan menuju KTT (Summit).

Lanjut Idham Arsyad, bahwa dalam rangka mengendalikan perubahan iklim, Indonesia telah melakukan ratifikasi Paris Agreement melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement to the United Nations Framework Convention on Climate Change (Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan BangsaBangsa mengenai Perubahan Iklim).

“Yang didalamnya memuat kewajiban Pemerintah dalam kontribusi pengurangan emisi gas rumah kaca yang ditetapkan secara nasional untuk membatasi kenaikan suhu rata-rata global di bawah 2℃ (dua derajat celcius) hingga 1,5℃ (satu koma lima derajat celcius) dari tingkat suhu pra industrialisasi,” sambungnya.

Pertemuan penting tersebut, kata Idham Arsyad, harus mengarusutamakan persoalan iklim dan keadilan iklim bagi dunia demi masa depan keberlangsungan makhluk dimuka bumi. Prinsip tersebut menjadi penting sebagaimana amanat dari Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 menyatakan bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

“Dan saat ini Presiden Indonesia telah mengesahkan Peraturan Presiden No. 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon atau yang lebih dikenal dengan istilah carbon pricing,” katanya.

Ia pun menegaskan, G20 adalah forum kerja sama multilateral yang terdiri dari 19 negara utama dan Uni Eropa (EU). G20  merepresentasikan lebih dari 60% populasi bumi, 75% perdagangan global, dan 80% PDB dunia.

Anggota G20 terdiri dari Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brazil, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Republik Korea, Rusia, Perancis, Tiongkok, Turki, dan Uni Eropa.

“Kita menagih janji negara maju dan negara negara industri sejauh mana kontribusi mereka terhadap pemanasan global akibat efek rumah kaca (GRK). Komitmen apa yang sudah mereka berikan terhadap negara negara penyangga (negara tropis) dan negara berkembang seperti Indonesia melalui aksi nyata terhadap penyelamatan dan keberlangsungan lingkungan hidup,” pungkas Idham Arsyad.