FITRA Paparkan Pelembagaan dan Pembiayaan Inovatif Lingkungan Hidup
Berita Baru, Yogyakarta – Pelembagaan Ecological Fiscal Transfers (EFT) dan pembiayaan inovatif lingkungan hidup pasca ditetapkannya Undang Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) menciptakan beberapa tantangan yang perlu untuk dikawal agar praktik dan gagasan baik tentang perbaikan lingkungan dapat terus digaungkan.
Hal tersebut disampaikan oleh Peneliti Sekretaris Nasional Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Gurnadi dalam Konferensi Nasional EFT ke-3 pada sesi keempat yang berlangsung di Yogyakarta pada Selasa (15/11).
“Diawal kami melakukan penggalian, dengan beragam latar belakang isu dari kawan-kawan, akhirnya kami memetakan situasi terkini terkait Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) (Daerah, red) Blended Finance dan Dana Abadi Daerah (DAD),” tutur Gurnadi.
Menurut Gurnadi, sedikitnya ada 2 situasi yang penting untuk diperhatikan pasca UU HKPD, yaitu pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) dan Pemilu 2024. Pembangunan IKN menurut Gurnadi akan bisa menjadi ruang pertarungan beberapa kawasan, seperti kabupaten Berau dan Penajam Paser Utara; sementara Pemilu 2024 akan berpotensi merubah arah kebijakan pembiayaan.
Dari situasi tersebut, Gurnadi kemudian memaparkan bahwa ada beberapa peluang yang bisa dimanfaatkan oleh Koalisi Masyarakat Sipil. UU HKPD dapat menjadi pendorong inovasi EFT di daerah lain.
Selain itu, pemilu 2024 menjadi peluang bagi koalisi untuk mempromosikan gagasan EFT pada calon pemimpin baru (pusat/daerah),” tutur Gurnadi.
“Mungkin ke depan kolaborasi kita perlu digaungkan lagi dengan para calon, ini bisa menjadi ajang sosialisasi. Agar praktik baik ini tidak hilang setelah 2024. Butuh strategi untuk menggaungkan gagasan EFT,” kata Gurnadi.
Gurnadi juga mengatakan bahwa meletakkan atau menerjemahkan UU HKPD dengan tepat adalah tantangan tersendiri, karena belum ada aturan yang mengatur posisi kelembagaan UPT/BLUD di dinas teknis atau lainnya.
“Belum adanya pijakan regulasi yang mengatur otoritas lokal/Pemda ketika menentukan sektor yang akan dibiayai melalui DAD … apa yang menjadi pijakan, apakah RPJMD-nya, RKPD-nya, visi-misinya, atau evaluasinya. Pijakan ini perlu diperkuat sehingga ketika melakukan sosialisasi pendanaan lingkungan ini kita punya pijakan yang kuat,” tambah Gurnadi.
Lebih lanjut, Gurnadi juga memberikan rekomendasi terkait BPDLH dan Blended Finance untuk mendesain posisi kelembagaan BPDLH secara proporsional aga mudah untuk advokasinya.