Film “Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas” Tampilkan Dampak Toxic Masculinity
Berita Baru, Entertainment – Film “Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas” yang diangkat dari novel karya Eka Kurniawan akhirnya tayang di bioskop terhitung sejak awal bulan ini. Premis ceritanya sangat menarik, bermula dari pertanyaan: bagaimana laki-laki impoten menjalani hidup? Pada akhirnya, kita diajak menyaksikan makna kejantanan bagi laki-laki dan perempuan.
Sinopsis “Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas”
Apa yang ditakutkan oleh laki-laki dengan penis yang tak bisa tegak? Ya, impotensi membuat Ajo Kawir (Marthino Lio) tak mengenal rasa takut dan melakukan hal-hal gila. Ia mendapatkan kegairahan hidup dengan bertarung dan menyerang siapa saja yang dianggapnya mengganggu. Jika sedang tak bertarung, Ajo bersama kawan setianya, Tokek (Sal Priadi) mengelola sebuah bengkel motor.
Suatu ketika, ia dihadapkan dengan petarung lainnya, seorang perempuan nyentrik bernama Iteung (Ladya Cheryl). Pertemuan itu menyisakan babak belur, tak hanya pada tubuh tapi juga hati mereka yang berdenyut akibat kasmaran. Iteung mulai mengirimkan pesan-pesan manis lewat radio.
Mereka meneguhkan perasaan dan menikah, sekalipun Iteung tahu, ia tak bisa mendapatkan anak dari Ajo. Hidup mereka juga tak bisa terbilang normal. Namun ditengah dunia Ajo yang keras, penuh ancaman dan darah, Iteung tetaplah tempatnya untuk pulang.
Review “Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas”
Karakter Ajo Kawir agaknya mewakili korban konstruksi gender di masyarakat kita, bahwa laki-laki harus kuat, termasuk memiliki ‘burung’ berdiri tegak. Demi menutupi ‘kekurangan’nya itu, Ajo mencari pelampiasan dengan bertarung.
Seiring berjalannya cerita, kita tahu bahwa Ajo Kawir menjadi impoten bukan tanpa sebab. Ia dan Iteung sama-sama menjadi korban maskulinitas beracun (toxic masculinity), digambarkan lewat tindakan kekerasan seksual yang diterima Iteung maupun Ajo ketika masih kecil. Trauma mereka adalah yang menjadikan mereka seperti saat ini.
Di sisi lain, film ini juga menyentil makna ‘kejantanan’ bagi laki-laki dan perempuan. Ajo menjadi minder dan di-bully karena impotensi. Iteung awalnya menerima kondisi itu, namun kita tahu ia pun tergoda pada tubuh Budi.
Setelah pelampiasan satu dan lain, Ajo menemukan cintanya kembali pada Iteung begitu ia berdamai dengan dirinya sendiri. Begitu pula Iteung, ia tak habis cara menunjukkan perasaannya yang masih berkiblat pada Ajo.
Totalitas pemeran, dan pujian lainnya
Satu poin paling menonjol selama menonton film ini adalah kualitas casting pemeran “Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas,” seperti Ratu Felisha sebagai ‘hantu’ Rona Merah dengan penampilan wajah yang bikin pangling dan Reza Rahadian sebagai Budi Baik yang berhasil bikin penonton sebal gara-gara ketengilannya. Penampilan debut Sal Priadi pun nampak memuaskan.
Atmosfer “Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas” kian kuat dengan latar waktu yang lampau, termasuk dengan mengadirkan siaran radio sebagai simbol tumbuhnya asmara antara Ajo dan Iteung.
Meski film ini diklaim sebagai adaptasi lepas yang berbeda dari naskah novel aslinya, namun sutradara Edwin telah membawa energi kekerasan, eksplorasi seksualitas, bahkan sosok ‘hantu pemuas dendam’ alias Rona Merah yang terepresentasikan dengan apik. Hal-hal yang kita temui dalam karya punya Eka Kurniawan.
Selain itu, koreografi silat yang ditampilkan Ladya Cheryl, Reza Rahadian, dan Marthino Lio tampak meyakinkan, menjadikan sisi brutal dari dunia Ajo dapat terasa hingga kursi penonton.
Simak trailer “Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas” berikut ini: