Film Disney ‘Frozen 2’ Angkat Isu Lingkungan dan Ekofeminisme
Berita Baru, Entertainment – Film Disney “Frozen 2” (2019) memiliki keunikan tersendiri jika dibandingkan dengan film-film Disney lainnya. Sekuel dari “Frozen” (2013) ini juga mengangkat tema mengenai lingkungan hidup yang dapat menjadi jendela inspirasi bagi anak-anak (dan tentu saja orang dewasa) yang menontonnya. Selain itu, film kedua ini mengulik lebih jauh tentang perjalanan pencarian jati diri ala Ratu Elsa.
Sebelum membahas lebih jauh, yuk simak dulu sinopsisnya berikut ini.
Sinopsis ‘Frozen 2’
Melanjutkan film pertamanya, dikisahkan bahwa Ratu Elsa telah menjadi pemimpin Arendelle. Namun hari-harinya mulai diganggu dengan suara merdu yang hanya bisa didengar oleh Elsa. Kedamaian rakyat pun hilang ketika beberapa bencana alam mengakibatkan kerusakan di Arendelle dan mereka harus mengungsi.
Rupanya, empat roh bumi yakni air, tanah, udara, dan api tengah marah. Untuk mengatasi problem di wilayahnya, Elsa bersama Anna, Olaf, Kristoff, dan Sven melakukan perjalanan ke sebuah hutan misterius dan berkabut yang pernah diceritakan oleh ayahnya ketika mereka masih kecil.
Di hutan itu, Anna dan Elsa kemudian mengetahui bahwa suku tetangga mereka, Northuldra, ternyata mengalami masalah dengan Kerajaan Arendelle. Penyebabnya adalah kakek mereka yang membangun bendungan dengan niat jahat terhadap masyarakat adat di sana. Untuk mendamaikan kekacauan ini, bendungan itu harus dirobohkan. Namun imbasnya, Arendelle yang berada di dataran muara sungai bisa jadi kena imbas.
Isu ekologis: menghadapi dewa alam
Secara garis besar, film kedua “Frozen” ini menekankan pentingnya menjadi diri sendiri dan menerima apa yang kita miliki. Kita melihat Elsa menemukan jati dirinya yang lebih dari sekadar ratu dengan kekuatan es yang memesona. Namun, perjalanan itu tak mudah, karena setiap orang digelayuti prasangka dan takut akan risiko, seperti yang awalnya dirasakan Elsa. Yang penting: tetap percaya pada diri sendiri.
Selain itu, “Frozen 2” juga menggugah dengan tema ekologi dan pesan tersembunyi terkait problem lingkungan hidup. Dalam film ini, Elsa dan Anna tidak berperang melawan orang jahat, melainkan ditantang oleh alam. Mereka melakukan yang terbaik demi mengembalikan keseimbangan antara manusia dengan lingkungan hidup.
Dilansir dari Gulf News, Jennifer Lee dan Chris Buck selaku pembuat film ini mengatakan bahwa film ini mengisahkan kekuatan alam. Ketika menelusuri dikotomi dongeng dan mitos, mereka menemukan bahwa Anna adalah ratu dengan cerita rakyat dan dongeng sebagai bagian dari hidupnya, sementara Elsa mewakili pahlawan mistis dengan kekuatan untuk mengontrol es.
“Di film pertama, Elsa mungkin adalah kekuatan paling dahsyat dalam film tersebut. Sekarang, ya, alam dapat menjadi sedikit lebih kuat dengan sendirinya,” kata Chris.
Dalam prosesnya, Jennifer dan Chris melakukan perjalanan riset dan mencari inspirasi ke Finalndia, Norway, Lingkaran Kutub Utara, dan Islandia. Hasilnya, kita bisa merasakan kehadiran dewa atau roh gaib alam yang terdiri dari Air, Tanah, Api, Udara, dalam film ini. Karakter kuda yang menolong Elsa merupakan Nokk, sebuah roh air, yang juga terinspirasi dari hasil riset keduanya.
Ekofeminisme dalam ‘Frozen 2’
Relasi perempuan dan alam dalam film ini juga ditonjolkan. Posisi Elsa dan Anna sebagai perempuan sekaligus pemimpin Arendelle memiliki peranan penting untuk mengembalikan kestabilan bumi. Problem lingkungan hidup yang terjadi di film ini diakibatkan dari kesalahan kakek Anna dan Elsa, seorang raja yang dalam sistem patriarki adalah sosok pemberi perintah dan harus ditaati.
Nilai feminitas yang dimiliki kedua tokoh utama pada film ini pada akhirnya mampu memperbaiki kerusakan alam yang terjadi, dan ‘meredakan’ amarah 4 roh bumi tersebut.
“Frozen 2” jelas bukan sembarang film princess Disney. Tak hanya punya kisah cinta yang canggung ala Anna dan Kristoff, atau kata-kata bijak dari Olaf serta lagu-lagu pengiring yang indah, namun film ini menggugah dengan catatan-catatan di dalamnya yang barangkali terlewatkan.