Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Faktor Tingginya Kematian Akibat Covid-19 di Jatim
Foto : Istimewa

Faktor Tingginya Kematian Akibat Covid-19 di Jatim



Berita Baru, Surabaya – Jumlah kematian akibat virus corona (Covid-19) di Jawa Timur (Jatim) semakin meningkat. Hingga Minggu (14/6) Jatim mencatat total kematian sebanyak 2.254 pasien.

Dilansir dari CNN Indonesia, pakar epidemiologi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Windhu Purnomo mengungkapkan beberapa faktor yang menyebabkan angka kematian di Jatim berjumlah banyak dibanding provinsi lainnya.

Faktor pertama, yaitu tingginya jumlah pasien positif Covid-19 yang berasal dari kategori risiko tinggi, mereka adalah pasien lansia, pasien balita dan pasien yang memiliki penyakit bawaan lainnya atau komorbid.

“Satu kemungkinan memang proporsi di Jatim tertinggi dibanding provinsi lain. Jadi proporsi yang positif Covid-19 (yang meninggal) adalah mereka yang lansia plus yang punya komorbid dan anak-anak,” kata Windhu.

Namun, Windhu tidak memberikan data detail terkait berapa pasien positif Covid-19 yang meninggal, dari kelompok usia rentan dan memiliki penyakit sertaan.

Faktor yang kedua, menurut Windhu adalah kapasitas bed isolasi rumah sakit yang tidak sebanding dengan pertambahan pasien terkonfirmasi Covid-19. Rumah sakit di Jatim, terutama Kota Surabaya disebut telah over capacity.

“Kedua hilir yang tidak siap. hilir itu rumah sakit. Artinya perawatan tidak optimum karena memang kenyataannyah bed di rumah sakit rujukan itu over capacity,” ucapnya.

Karena kapasitas yang penuh, lanjut Windhu tak jarang pasien bergejala sedang ataupun berat tidak bisa lagi tertampung dan dirawat di rumah sakit rujukan.

“Contoh ada 20 pasien positif (corona) gejala sedang dan berat tapi tidak bisa masuk rumah sakit. Lah berarti kan 20 orang ini risiko tinggi meninggal,” jelas Windhu.

“Jadi artinya penularan di Jatim terutama Surabaya terlalu tinggi karena tidak semua pasien tertampung. Itu yang menyebabkan besarnya kematian,” imbuhnya.

Menurut Windhu, seharusnya bsetiap rumah sakit rujukan harus menyediakan bed isolasi yang jumlahnya lebih banyak dari pasien yang diperkirakan.

“Harusnya persediannya 1,2 persen. Jadi kalau yang akan dirawat 100 bednya harus 120. Lah ini tidak, yang dirawat 100 tapi yang dipunya punya 80 persen dari itu. Artinya tidak akan cukup,” pungkas Windhu.