Ekonom Senior INDEF Sebut Pengembangan Ekosistem EV Bakal Gagal
Berita Baru, Jakarta – Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri menilai bahwa cita-cita pemerintah untuk membangun ekosistem kendaraan listrik dari hulu ke hilir di Indonesia tidak akan terlaksana.
Faisal menyebutkan bahwa dalam membuat sebuah produk kendaraan listrik, Indonesia tidak bisa sendirian, terlebih komponen kendaraan yang digadang-gadang bisa kurangi emisi karbon ini tidak sedikit.
“Ingin mengembangkan industri, memang Indonesia punya sampai bijih nikel itu, tapi ingin punya ekosistem kendaraan listrik dari hulu ke hilir di Indonesia, tidak ada satu negara pun yang memproduksi 100 persen komponennya yang ribuan itu dari negaranya sendiri, jadi ya tidak bisa,” tutur Faisal.
Hal itu ia paparkan dalam diskusi publik yang digelar INDEF secara daring bertajuk ‘Subsidi Mobil Listrik: Insentif untuk yang Berdaya Beli?’ Pada Minggu (21/5).
Menurut Faisal, saat ini Indonesia tengah menjajaki gejala dini deindustrialisasi atau penurunan kontribusi sektor manufaktur alias industri pengolahan nonmigas terhadap PDB.
Selain dari kinerja manufaktur, deindustrialisasi juga bisa dilihat dari semakin besarnya porsi pekerja informal dalam struktur pekerjaan di Indonesia.
“Harusnya berkaca jika Indonesia sedang mengalami gejala dini deindustrialisasi,” tambah Faisal.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian menampik adanya gejala dini deindustrialisasi di Indonesia dengan alasan industri manufaktur Indonesia tetap bertumbuh.
Di sisi lain, Faisal juga menyebut pengembangan banyaknya komponen kendaraan listrik membutuhkan penelitian atau research and development (RnD) yang memadai. Sementara kini, menurutnya RnD Indonesia hanya 0,28 persen dari PDB.
“Jadi dengan RnD rendah inovasi pun rendah, terlebih industri ini kecepatan perubahan teknologi ini sangat cepat. Nanti ditakutkan Indonesia tertinggal, ketika dunia telah menggunakan sodium ion yang jauh lebih murah, pabrik baterai Indonesia masih menggunakan nikel, lithium ion,” jelas Faisal.
Sejauh ini, pemerintah telah memulai pengembangan industri kendaraan listrik yang dinilai komprehensif. Dari sisi baterai, pemerintah menugaskan konsorsium IBC menggandeng korporasi besar yakni LG Energy dan CATL guna mengolah bijih nikel hingga menjadi sel baterai untuk kemudian digunakan manufaktur baterai.
Dari sisi hilir, pemerintah berupaya memperbesar populasi kendaraan listrik baik roda dua maupun empat, melalui berbagai stimulus fiskal hingga subsidi. Persoalannya, untuk membangun ekosistem yang besar tersebut, sampai sekarang beberapa mineral krusial seperti litium masih perlu diimpor.