Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

DPR Tagih Gresik Migas Dirikan SPBU Khusus Nelayan di Mengare

DPR Tagih Gresik Migas Dirikan SPBU Khusus Nelayan di Mengare



Berita Baru, Gresik – Kalangan legislatif terus mendorong pemerintah daerah merealisasikan stasiun pengisian bahan bakar khusus (SPBK) nelayan di Pulau Mengare, Kecamatan Bungah, Gresik, Jawa Timur. Pasalnya, hingga saat ini belum ada kepastian hal tersebut bisa terwujud. Aspek fasilitas dan infrastruktur menjadi salah satu kendala.  

Sebagai bentuk komitmennya, Anggota Komisi II DPRD Gresik M Syahrul Munir mempertemukan langsung Direktur Gresik Migas dengan tiga kepala desa Mengare komplek dan perwakilan nelayan di Kantor Desa Kramat, Rabu (25/5).

Dalam pertemuan itu, terungkap fakta bahwa hingga saat ini belum ada kepastian kapan SPBK nelayan dibangun di wilayah Mengare. Sebab ada beberapa kendala yang dianggap tidak memenuhi standar. Salah satunya akses jalan masuk ke wilayah Mengare tidak memungkinkan dilewati kendaraan besar. Maka diperlukan alternatif lokasi lain dijadikan tempat SPBK nelayan.

“Kami terus mendorong adanya SPBK nelayan, supaya nelayan tidak kesulitan lagi mendapatkan solar,” ujar Syahrul.

Selama ini, lanjut Syahrul, nelayan Mengare masih kesulitan mendapatkan solar subsidi. Mereka kerap tidak dilayani oleh pegawai SPBU dengan berbagai alasan. Padahal, solar tidak hanya menjadi tumpuan hidup bagi para nelayan saja, tetapi juga mayoritas masyarakat setempat yang bekerja sebagai petambak. 

“Selain nelayan, solar juga sangat dibutuhkan petani tambak Mengare,” ungkap dia. 

Ketua Fraksi PKB itu berharap, pemerintah komitmen memberikan perlindungan kepada nelayan sesuai Perda tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan. Apalagi, pemerintah daerah sudah mendapatkan instruksi langsung dari Presiden Joko Widodo saat kunjungan kerja (kunker) ke wilayah Gresik beberapa waktu lalu. 

“Pemerintah mempunyai kewajiban menjamin kesejahteraan nelayan. Makanya, SPBK nelayan harus terealisasi,” imbuhnya.

Sementara Direktur Utama Gresik Migas Habibullah menjelaskan, dalam pembentukan SPBK Nelayan ada mekanisme sendiri. Diantaranya pemerintah daerah hanya memberikan rekomendasi pembentukan SPBK nelayan, karena persetujuannya menjadi kewenangan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur. Sedangkan yang menentukan lokasi adalah Pertamina selaku penyalur barang bersubsidi.

“Karena lokasinya harus strategis dan sesuai standar yang telah ditentukan,” kata Habibullah menjelaskan kepada Kepala Desa Kramat, Watuagung dan Tajung Widoro.

Begitu juga dengan permintaan kuota solar subsidi, semua berdasarkan rekomendasi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Gresik, kemudian yang menentukan adalah Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas di Jakarta. 

Namun yang terjadi selama ini berbeda. Kuota solar subsidi tersebut dititipkan kepada masing-masing SPBU. Sialnya, SPBU tidak mengkhususkan solar subsidi kepada nelayan saja. Sehingga yang mengambil tidak terbatas hingga kendaraan umum.

“Munculnya SPBK nelayan ini untuk memenuhi kuota sesuai kebutuhan para nelayan. Supaya tidak diambil oleh yang lain,” papar dia.

Berdasarkan data DKP Kabupaten Gresik, perahu nelayan di Mengare ada 902. Data tersebut menjadi acuan Gresik Migas untuk mengajukan lewat proposal kepada DKP Provinsi Jatim dan Pusat.

“Kalau jumlah nelayan semakin banyak ditambah petani tambak, kami minta kepala desa segera mendata kembali dan diajukan ke DKP Kabupaten Gresik. Supaya kami mendapat update data terbaru,” terangnya.

Disisi lain, ketiga kepada desa se-Mengare berharap, pembentukan SPBK Nelayan dibangun di dekat akses masuk Mengare. Supaya, para nelayan dan petambak mudah mendapatkan solar subsidi.

“Kalau dibangun di kecamatan lain, kami yakin nelayan mengare dan petani tambak akan kesulitan mendapatkan solar,” harap Kepala Desa Kramat, Taufik didampingi Kades Watuagung Zamrozi, dan Kades Tajung Widoro Mastain.

Bahkan, pihaknya bersama dua kades yang lain siap mencarikan lokasi yang dianggap strategis. Yang bisa dilewati kendaraan besar. Baik, melalui sistem sewa maupun dalam bentuk kerjasama yang lain.

“Kami sudah punya BUMDesma untuk mengelola SPBK nelayan. Masalah kerjasama dengan pemilik lahan itu hanya teknis,” tandasnya.